Oleh: Syarqawi Dhofir
السلام عليكم ورحمة الله و بركاته
ألله أكبر 9× كبيرا والحمد لله كثيرا و سبحان الله بكرة و أصيلا لا إله إلا الله وحده . صدق وعده و نصر عبده . و أعز جنده و هزم الأحزاب وحده. لا إله إلا الله ولا نعبد إلا إياه . مخلصين له الدين ولو كره المنافقون. لا إله إلا الله الله أكبر و لله الحمد. أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له . و أشهد أن محمدا عبده و رسوله لا نبي يعده.
أللهم اجعل صلواتك و بركاتك على سيد المرسلين وإمام المتقين و خاتم النبيين سيدنا محمد عبدك ورسولك إمام الخير وقائد الخير و رسول الحمة اللهم ابعثه المقام الذى يغبطه فيه الأولون و الآخرون. أما بعد
فيا عباد الله أوصيكم و إياى نفسي بتقوى الله فقد فاز المتقون. اعلموا أن التقوى صفة للاولين والآخرين. و شعار المؤمنين و المحسنين. قال الله عز وجل : أعوذ بالله من الشيطان الرجيم " ومن يعظم شعائر الله فإنها من تقوى القلوب" (الآية)
Allahu Akbar 9 x
Sejak habis Maghrib tanggal 9 Dzulhijjah kami menyebut asma-Mu “Allahu Akbar”, dengan keyakinan hanya Engkau Yang Maha Besar. Selain Engkau kecil. Jabatan kecil. Urusan rumah tangga kecil. Urusan dunia kecil. Urusan pekerjaan kecil. Dan apapun di dunia ini adalah kecil. Namun kami datang ke tempat ini untuk mengakui, bahwa seringkali urusan-urusan duniawi itu kami urusi seakan-akan lebih penting dari urusan Engkau. Kami bisa bangun jam tiga malam untuk sebuah urusan bisnis. Tapi tak sanggup bangun untuk urusan tahajjud. Kami bisa hadir tepat waktu untuk urusan duniawi yang menjanjikan keuntungan material. Tapi kami tak sanggup datang tatkala Engkau melalui muadzdzin berseru “Mari kita shalat jama’ah, mari kita menuju keberuntungan”. Ya Allah sehari-hari kami kecilkan Engkau dan kami besarkan selain Engkau. Karena itu ampunilah kami yang lalai dan terpedaya ini. Berikanlah pada kami kekuatan untuk mengamalkan dengan sejujurnya keyakinan kami bahwa hanya Engkau Yang Maha Besar dan selain Engkau adalah kecil.
Allahu Akbar 9 x
Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, selain Engkau adalah kecil. Hati kami bergetar dengan penuh rasa takut tatakala atasan kami di kantor marah. Hati kami bingung tatkala kami mendengar ancaman pemecatan hubungan kerja dari bos kami. Hati kami gundah dan gelisah tatkala gaji kami habis di pertengahan bulan. Kami menangis tatkala ditimpa kerugian material yang cukup besar. Namun hati kami tak bergetar sedikitpun ketika mendengar ancaman neraka-Mu. Hati kami tak gelisah ketika mendengar ancaman siksa-Mu yang amat pedih. Ya Allah masihkah di hati kami ini ada sedikit rasa takut kepada-Mu ?. Ya Allah masihkah di hati kami ada ketaqwaan kepada Engkau ? Mengapa kebesaran-Mu yang Maha Besar itu tak lagi menakutkan kami ? Mengapa ancaman-Mu yang sangat luar biasa itu tak lagi menggetarkan hati kami ? Ya Allah, Ampunilah kami ! Karuniakan pada kami, ketakutan dan ketawaan berhadapan dengan kebesaran-Mu, sebagaimana Engkau mengkaru niakannya kepada para nabi-Mu, para sahabat, para wali Mu dan para ulama-Mu yang ikhlash. Karena hanya Engkau yang Maha Pengampun yang bisa mengampuni semua dosa-dosa kami.
Allahu Akbar 9 x
Sehari-hari kami sanggup membeli maksiat dengan puluhan ribu. Bahkan jutaan rupiah sekalipun. Sehari-hari kami bisa membayar tiket seharga seratus ribu atau lebih hanya untuk sebuah hiburan yang Engkau membencinya. Demi kenyamanan kami, kami biasa membeli barang semahal apapun asal kami mampu. Tapi urusan agama-Mu ya…. Allah, Rp. 5000 yang kami berikan terasa begitu besar. Bahkan tak jarang kami menolaknya. Setiap kali datang amal untuk kepentingan agama-Mu, selalu kami cari uang yang paling kecil. Padahal untuk setiap amal yang diserahkan kepada-Mu Engkau janjikan ganti 700 kali lipat plus kenimatan abadi di alam syurga. Sehari-hari kami lebih percaya menabung ke Bank dari pada menabung kepada Engkau. Ya Allah ampunilah kami, karu niakan kepada kami kedermawanan sebagai mana Engkau karuniakan kepada para nabi-Mu dan para sahabat-sahabat Rasulullah. Berilah pada kami kekuatan untuk mengamalkan keyakinan kami bahwa hanya Engkau yang Maha Besar dan selain Engkau adalah kecil.
Allahu Akbar 9 x
Hari ini, hari raya Idul Adha, sebuah hari yang menyimpan sebuah sejarah manusia besar, sejarah dari seorang manusia yang mendapat gelar “Abul Anbiya’” (nenek moyang para nabi), Ibrahim as. Namanya banyak dikaitkan dengan nama Nabi Muhammad SAW. Setidaknya setiap kali shalat setiap muslim di dunia selalu menyebut nama belaiu. Ia dikenal seorang nabi yang sangat cerdas. Sebelum diangkat menjadi nabi, beliau mencari Tuhan dengan akal sehatnya. Dan menemukan Tuhan dengan akal sehatnya pula. Bahkan dalam berdakwah, selalu menggunakan kekuatan-kekuatan akal yang sangat sehat. Beliau membangun kesadaran rasional untuk mengajak para penganutnya mempercayai keberadaan Allah. Karena itu beliau dapat disebut sebagai orang pertama yang menggunakan kesadaran rasional untuk mempercayai hal-hal yang ghaib.
Pada tanggal 8 Dzul Hijjah, beliau bermimpi menyembelih putra kesayangannya, Ismaiel. Untuk mengetahui apa makna mimpinya, ia gunakan kekuatan rasionya yang cerdas. Dengan kekuatan rasionya yang cerdas dan kesadaran rasionalnya yang briliyan beliau menafsir mimpinya. Hasilnya, beliau berasumsi bahwa mimpi itu adalah perintah Allah agar beliau senang berkorban, dalam arti korban yang luas. Kesadaran rasionalnya menolak dan meragukan bahwa mimpi itu adalah perintah menyembelih putra kesayangannya. Baginya tak mungkin Allah memerintahkan untuk menyembelih seorang manusia. Sejak itu beliau berniat untuk selalu menjadi manusia yang rajin berkorban dan memiliki jiwa yang senang berkorban. Karenanya, hari itu disebut “Yaumu Tarwiyah” (Hari Kesadaran Rasional), Hari dimana beliau menggunakan kekuatan rasional untuk menginterpretasi mimpinya.
Ternyata beliau bermimpi kembali pada hari kedua (9 Dzul Hijjah) dengan mimpi yang sama. Mimpi kedua ini diasumsikan oleh beliau sebagai koreksi terhadap interpretasi rasionalnya. Beliau sadar bahwa tafsir rasionalnya salah. Beliau mengerti benar bahwa kekuatan kesadaran rasionalnya keliru dalam menangkap makna mimpinya yang sebenarnya. Karena itu beliau mencoba untuk menafsirnya dengan kesadaran empirik. Kalau kesadaran rasional bergerak di dunia wacana, mengawang di dunia idea, kesadaran empirik bergerak di dunia yang nampak, di dunia keseharian, dunia yang bisa diamati secara langsung oleh kekuatan-kekuatan inderawi kita. Dengan kesadaran empirik semacam itu beliau menafsirnya dengan perintah menyembelih kambing. Dalam banyak cerita, disebutkan beliau hari itu menyembelih ratusan domba. Karenanya hari itu disebut “Yaumu “Arafah” (hari tahu, atau hari kesadaran empirik).
Allah Maha Besar, ternyata tafsir dengan menggunakan kekuatan kesadaran empirik itu juga tidak benar. Setelah melewati dua kesadaran kemanusiaan yang paling ampuh yang seringkali digunakan oleh Nabi Ibrahim dalam kehidupan berdakwah dan kehidupan sehari-harinya tak mampu lagi menafsir makna mimpinya, beliau kembali pada kesadaran spiritual yang tinggi. Dengan kesadaran spitual yang amat tinggi itu beliau buhulkan kepasrahan dan tawakkal yang luar biasa. Dilenyapkan semua pertimbangan-pertimbangan kesadaran rasional dan empiriknya. Diletakkan dirinya dalam posisi sebagai “budak” Allah yang tak memiliki apa-apa, termasuk tidak memiliki dirinya sendiri. Saat semacam itulah beliau menghampiri putranya Ismaiel yang sudah menginjak lincah dan lucu. Beliau berkata,
يا بني إني أري في المنام أني أذبحك فانظر ماذا تري ؟
“Anakku, aku mimpi menyembelih kamu, bagaimana menurutmu? “. Tanpa diduga Ismaiel menjawab,
يأبت افعل ما تؤمر ستجد ني إن شاء الله من الصابرين (لصا فات: 102)
“ Ayahku, lakukan saja apa yang diperintahkan oleh Allah kepadamu. Insya-Allah ayah akan melihatku termasuk orang-orang yang bersabar”
Setelah mengetahui sikap putranya, kedasaran spiritual Nabi Ibrahim semakin mantap. Karena mendapat dukungan dari putranya sendiri. Pergilah beliau berdua dengan putranya ke Mina untuk melaksanakan perintah. Kesadaran spiritual yang kokoh membuat nabi Ibrahim mampu berpasrah total di depan Tuhannya, pada saat demikian ia baringkan putranya di atas sebuah batu, dan diangkatlah pedangnya yang tajam, siap untuk menyembelih putranya, pada saat itu pulalah Allah memanggilnya,
أن يا إبراهبم قد صدقت الرؤيا إنا كذلك نجزي المحسنبن إن هذا لهو البلاء المبين و فديناه بذبح عظيم (الصافات: 104-107)
“Wahai Ibrahim, engkau telah membenarkan mimpi itu, demikianlah Kami membalas para muhsinin, orang-orang yang berbuat kebaikan, dan Kami tebus anak itu dengan sembelihan korban yang sangat besar” (Al-Shaffat: 103-107)
Allahu Akbar 9 X Wa lillahil hamd
Seorang disebut muslim bila telah menyaksikan kepada penduduk dunia ini, bukan hanya yakin, bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulnya. Selanjutnya seorang muslim bisa menjadi mukmin bila percaya kepada Allah, kitab-Nya, Rasul, Malaikat, Hari Akhirat dan taqdir-Nya. Dan mukmin baru bisa menjadi muhsin bila ia telah bisa menyembah Allah seakan-seakan melihat Allah dan bila tidak melihatnya, ia yakin bahwa Allah melihatnya. Ternyata Nabi Ibrahim untuk bisa mendapat gelar muhsin dari Allah harus melalui tiga tahap kesadaran
1. Kesadaran Rasional
2. Kesadaran Empirik, dan
3. Kesadaran Spiritual
Kesadaran rasional membawa kita kepada dunia yang seharusnya ada. Walaupun kadang-kadang memang tidak pernah ada. Ia semata dunia wacana yang ada dalam dunia idea. Kesadaran rasional yang demikian banyak menguasai para pemikir, filsuf, budayawan dan pembaharu. Nilai-nilai utama yang dikembangkan dalam dunia kesadaran rasional secara umum ada tiga:
1. Liberalisme (kebebasan)
2. Objektif
3. Rasional
Tiga nilai itulah yang dikembangkan oleh dunia modern . Semua hal yang tidak liberal, tidak objektif dan tidak rasional, tidak dapat diterima sebagai sebuah kebenaran.
Pada kesempatan khutbah ini saya ingin bertanya, apa arti sebuah keliberalan di tengah kegelapan. Kita ini hidup di dunia yang terbuka tapi gelap. Disebut gelap karena terlalu banyak sekat dan dinding pembatas untuk bisa bebas dan liberal. Bagaimana bisa disebut liberal dan bebas, bila hanya untuk mengetahui sesuatu dari belakang tembok kita tidak mampu. Bagaimana bisa liberal dan bebas bila untuk mengetahui kejadian hari esok kita tahu. Bagaimana kita bisa liberal bila untuk mengetahui sesuatu yang jauh dari posisi kita berada, kita tidak mampu. Pendek kata, kita ini berada dalam kungkungan jarak, waktu dan ruang. Tiga hal itulah yang membatasi dunia kita sehingga dunia kita ini menjadi gelap sungguh pun terbuka. Yang dibutuhkan bagi manusia-gelap bukan kebebasan atau liberalisme, tapi penuntun yang dapat menunjukkan pintu-pintu keluar dari kegelapan dunia ini, menuju dunia yang terang. Penuntun itu pada tingkatan pertama adalah agama. Dan pada tingkat berikutnya adalah hidayah Allah dan tingkat terakhir adalah pancaran nur Ilahi. Pancaran nur Ilahi itulah yang diterima oleh Nabi Ibrahim sehingga beliau bisa mengetahui makna yang sesungguhnya dari mimpinya.
Allhu Akbar wa lililahil hamd. Allah Maha Besar. Semua pujian hanya miliknya, tak satu pun di dunia yang berhak memiliki dan menyan dang pujian, karena semua hanya milik Allah.
Sedangkan nilai kedua yang dikembangkan oleh dunia kesadaran rasional kita dan dikembangkan oleh dunia modern ini adalah objektivitas. Pada kesempatan ini saya ingin menegaskan bahwa objektivitas murni itu tidak pernah ada. Sebab setiap kali kita mengenali sesuatu berarti pada saat yang sama kita telah memasukkan unsur sub jektivitas kita. Apa yang disebut dengan objektif sebenarnya tak lebih dari kesepakatan orang banyak. Jadi paling paling banter objektivitas itu berbentuk inter-subjektivitas. Padahal berapa banyak dalam perjalanan sejarah manusia yang mengungkapkan bahwa kebenaran itu justru diperoleh oleh seseorang karena melawan pendapat orang banyak bukan sejalan dengan orang banyak. Apa yang dipikirkan oleh Nabi Muhammad dahulu bertentangan dengan hampir semua kesepakatan masyarakatnya saat itu. Einstein yang menemukan konsep yang bisa melahirkan bom nuklir bertentangan dengan tradisi fisikawan sebelumnya, demikian juga penemu listrik dan lain-lainnya. Pendek kata kebenaran tidak harus lahir dari objektivitas atau inter-subjektivitas alias kesepakatan orang banya, tapi bisa muncul juga dari subjektivitas unggul yang mengatasi zamannya. Nabi Ibrahim telah menunjukkan dirinya sebagai subjek unggul yang demikian itu.
Allhu Akbar 9 x wa lililahil hamd. Allah Maha Besar. Semua pujian hanya miliknya, tak satu di dunia yang berhak memiliki dan menyandang pujian, karena semua hanya milik Allah
Selanjutnya, moralitas ketiga yang diagungkan oleh dunia modern dan menjadi ciri khas kesadaran rasional adalah rasionalitas. Semua yang tidak rasional tidak dapat diterima. Rasionalitas telah menjadi standar baku untuk menetapkan sesuatu dapat disebut benar. Pada kesempatan ini saya ingin menyatakan, bahwa rasionalitas itu adalah produk dari kerja sel-sel saraf dalam otak kita. Dalam bahasa populer sel-sel saraf yang bekerja dalam otak kita itu adalah ulat-ulat kecil dan amat kecil sekali, sehingga untuk bisa mengetahui cara kerjanya kita memerlukan alat pembesar yang modern. Pertanyaan berikutnya, mengapa masyarakat modern lebih mempercayai karya ulat-ulat kecil dari pada mempercayai agama, hidayah atau pancaran nur ilahi yang memang produk asli dari Dzat Maha Tahu, atau mengapa lebih mempercayai ulat dari pada Allah?
Allahu Akbar wa lililahil hamd. Allah Maha Besar. Semua pujian hanya miliknya, tak satu di dunia yang berhak memiliki dan menyandang pujian, karena semua hanya milik Allah
Adapun kesadaran empirik, adalah kesadaran terhadap dunia yang nampak ada, bukan yang seharusnya ada. Dunia yang nampak ada itu adalah dunia yang bisa dilihat oleh mata dan alat-alat inderawi kita. Ia tidak ada dalam dunia wacana atau idea, tetapi ada di sekeliling kita. Dunia ini sangat mempesona, kongkrit dan mudah dibuktikan. Nilai utama yang dikembangkan dalam kesadaran empitrik ini adalah:
1. Konsistensi (keajegan)
2. Measured (terukur)
3. Visible (bisa diamati)
Ini artinya, segala sesuatu baru dapat dianggap benar, bila sesuatu itu secara terus menerus menunjukkan demikian dan tidak pernah berubah oleh karena waktu dan tempat. Ia dapat diukur dengan takaran yang jelas, dan dapat disaksikan dengan jelas oleh kekuatan-kekuatan indera. Segala hal yang tidak demikian dan tidak bisa demikian tidak dapat dianggap benar oleh kesadaran empirik Syurga, hari kiamat, malaikat, pertanyaan kubur dan ghaibiyat lainnya dianggap tidak ada dan omong kosong karena semua itu tidak bisa diperlihatkan dan dikatakar dengan jelas.
Nilai-nilai itu benar adanya bila diterapkan kepada hal-hal bersifat material, tetapi perlu kita tahu bahwa selain benda-benda material ada sesuatu yang lain, di dunia yang lain pula yang tidak mengenal konsistensi, keterukuran dan visibilitas. Dunia itu antara lain alam idea, alam barzakh ( dunia yang ada antara saat kematian dan saat hari kebangkitan mulai), alam akhirat dan alam spiritual. Masing-masing punya norma dan nilai sendiri-sendiri, yang antara satu dengan lainnya berbeda. Misalnya, dunia spiritual, adalah sebuah dunia yang Allah ciptakan berbeda sama sekali dengan dunia idea dan dunia material.
Dunia spiritual adalah dunia sejati. Dunia yang tak hanya transparan tetapi terang benderang . Di dalamnya tak ada kepalsuan dan rekayasa. Berada di bawah bimbingan dan petunjuk Sang Penguasa langsung. Kesadaran spiritual adalah kesadaran terhadap dunia yang demikian. Kesadaran spiritual hanya dimiliki oleh mereka yang mencintai dan dicintai oleh Allah. Orang yang mampu melepaskan dan membebaskan dirinya dari semua ikatan kesadaran rasional dan empirik. Orang demikian memliki sekurang-kurangnya memiliki empat hal:
1. Memiliki tingkat kepasrahan total kepada Sang Penguasa,
2. Memiliki kesabaran terhadap segala bentuk ujian yang paling berat sekalipun.
3. Membenarkan dengan ainul yaqien - bukan hanya ‘ilmul yaqien - seluruh isyarat dan ajaran agama Sang Penguasa alam Semesta.
4. Mengabdikan diri kepada Allah secara total sampai seakan-akan melihat Allah. Dan bila tak melihatnya ia yakin dengan ainul yaqien bahwa Allah melihatnya.
Hari-harinya hanya dilalui oleh kejuangan dan pengabdian semata untuk dan demi Allah yang dicintainya. Orang demikian menjalankan praktek-praktek keduniaan semata karena Allah. Ia tidak makan kecuali karena Allah, tidak sekolah kecuali hanya karena Allah, tidak kawin kecuali karena Allah, tidak bekerja kecuali karena Allah, tidak membangun rumah kecuali karena Allah. Inilah rahasia dari firman Allah:
و لما أ سلما و تله للجبين وناديناه أن يا إبراهبم قد صدقت الرؤيا إنا كذلك نجزي المحسنبن إن هذا لهو البلاء المبين و فديناه بذبح عظيم ( الصافات: 104-107)
“ Tatakala Ibrahim dan Ismaiel telah berpasrah total dan Ibrahiem membaring Ismaiel di atas pelipisnya, sehingga nyatalah kesabaran keduanya, saat itulah Kami menyerunya, Wahai Ibrahim, engkau telah membenarkan mimpi itu, demikianlah Kami membalas para muhsinin, orang-orang yang berbuat kebaikan, dan Kami tebus anak itu dengan sembelihan korban yang sangat besar” (Al-Shaffat: 103-107)
Empat hal tersebut berhasil dimiliki oleh Nabi Ibrahim, sebagaimana penilaian Allah kepadanya, seperti tertera dalam ayat tersebut di atas. Empat hal itu pula yang bisa menghantarkan beliau pada kesadaran spiritual yang tinggi. Hanya kesadaran yang demikianlah yang bisa menghantarkan Nabi Ibrahim meyakini kebenaran makna mimpinya yang sejati. Dan karena itu beliau langsung mendapat gelar muhsin, sebuah gelar yang lebih dari sekedar muslim dan mukmin.
كذلك نجزي المحسنبن, demikianlah cara kami membalas orang-orang muhsinien, orang-orang yang baik.
Allhu Akbar wa lililahil hamd. Allah Maha Besar. Semua pujian hanya milik Allah.
Ya Allah, seringkali kami biarkan anak perempuan, isteri dan kerabat serta tetangga kami berpakaian dengan model dan cara yang tidak Engkau sukai. Tapi diam-diam kesadaran rasional kami, membenarkan model dan cara mereka berpakian. Dan kesadaran empiris kami membenarkan yang demikian, karena selain modis juga tak terkesan ketinggalan zaman. Pada saat semacam itu kesadaran rasional kami telah mengingkari kebenaran ajaran agamamu, maka bagaimana mungkin kami bisa sampai pada kesadaran spiritual seperti yang dimiliki Nabim-Mu Ibrahiem, Apalagi seperti Nabi Muhammad. Ampunilah kami berilah kami jalanmu yang lurus, dan berilah kami kemampuan membenarkan ajaran-ajaran-Mu.
Ya Allah kadangkala kami seringkali menya takan kepada saudara-saudara kami yang berjuang dengan kekuatan fisik, yang bertaruh dengan jiwa satu-satunya yang dimiliki sebagai orang ekstrem, radikal dan kasar. Sementara itu kami sendiri duduk-duduk santai di rumah tak melakukan apapun untuk-Mu. Mengapa tiba-tiba kesadaran rasional kami menyalahkan saudara kami sendiri yang kami tidak tahu apakah mereka salah menurut pandangan-MU ya Allah dan membenarkan diri kami yang duduk santai di rumah yang insya-Allah jelas lebih mendekati salah menurut pandangan-Mu. Ya Allah cerahi kesadaran rasional kami, beri kami cara bersikap yang benar terhadap mereka.
Ya Allah ketika kami menjabat sebuah jabatan tertentu, di sebuah kantor tertentu, kesadaran empiris kami lupa bahwa jabatan yang kami punyai itu harus diabdikan untuk kepentingan-MU dan kepentingan agama-Mu. Ketika shalat kami berjanji kepada Engkau, “shalat dan ibadahku, hidup dan matiku hanya milik Engkau Penguasa jagat alam semesta”. Ya Allah yang kami ingat hanyalah bagaimana jabatan itu mendatangkan keuntungan material yang besar pada kami. Ketika kami shalat kesadaran spiritual kami tak pernah muncul. Kami kerjakan semata karena biasa. Sementara begitu lepas shalat kesadaran empirik kami yang tak tercerahi dengan nur hidayahmu menguasai perilaku kami. Kadang kami lebih mengkhawatirkan sisa-sisa hidup kami yang mungkin hanya tinggal lebih sedikit dari yang telah dilalui, khawatir tidak bisa hidup senang, tapi kesadaran spiritual kami tak pernah muncul untuk mengkhawatirkan, bagai mana nasibku di alam barzakh, disiksakah atau tidak, diperlihatkan kepada api neraka atau pada syurga. Kami juga tidak mempertanyakan nasib kami di akhirat, setelah di alam barzakh, apakah kami bisa lolos meniti shirat di atas api neraka jahannam, apakah kami di syurga atau di neraka. Ya Allah karuniakan kepada kami kesadaran spiritual, dan cerahkan kesadaran empirik kami, agar kami bisa hidup dengan tenang, dan cerahi kesadaran rasional kami agar kami bisa berpikir bijak dan benar menurut ridlo-Mu, Ya Rabbal ‘alamien, amien.
فيا عباد الله أوصيكم و إياى نفسي بتقوى الله فقد فاز المتقون. اعلموا أن التقوى صفة للاولين والآخرين. و شعار المؤمنين و المحسنين. قال الله عز وجل : أعوذ بالله من الشيطان الرجيم " ومن يعظم شعائر الله فإنها من تقوى القلوب. (الآية)
ألله أكبر 9× كبيرا والحمد لله كثيرا و سبحان الله بكرة و أصيلا . لا إله إلا الله وحده . صدق وعده و نصر عبده . و أعز جنده و هزم الأحزاب وحده. لا إله إلا الله ولا نعبد إلا إياه . مخلصين له الدين ولو كره المنافقون. لا إله إلا الله أكبر و لله الحمد. أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له . و أشهد أن محمدا عبده و رسوله لا نبي يعده.
اللهم اجعل صلواتك و بركاتك على سيد المرسلين وإمام المتقين و خاتم النبيين سيدنا محمد عبدك ورسولك إمام الخير وقائد الخير و رسول الحمة اللهم ابعثه المقام المحمود الذى يغبطه فيه الأولون و الآخرون. أما بعد
فيا عباد الله أوصيكم و إياى نفسي بتقوى الله فقد فاز المتقون. اعلموا أن التقوى صفة للأولين والآخرين. و شعار المؤمنين و المحسنين. قال الله عز وجل : أعوذ بالله من الشيطان الرجيم " ومن يعظم شعائر الله فإنها من تقوى القلوب. (الآية)
اللهم صل و سلم و بارك على سيد المرسلين وعلى اله صحبه أجمعين ومن تبعه إلى يوم الدين. اللهم وارض عن الخلفاء الراشدين الذين قضوا بالحق وكانوا به يعدلون أبي بكر وعمر وعثمان و على وعلى بقية الصحابة والتابعين ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين. وعلينا معهم برحمتك ياأرحم االراحمين. اللهم اغفر للمسلمين و المسلمات والمؤمنين والمؤمنات الأحياء منهم والأموات إنك سميع قريب مجيب الدعوات و قاضى الحاجات . أللهم أعز الإسلام والمسلمين . واخذل الكفرة والمبتدعة والمشركين. اللهم شتت شملهم. ومزق جمعهم ودمر ديارهم . اللهم انصر من نصر الدين واخذل من خذل المسلمين. اللهم اجعل بلدتنا هذه آمنة مطمئنة واجعلها بلدة طيبة و رب غفور. ربنا وافتح بيننا و بين قومنا بالحق و أنت خير الفاتحين. ربنا آتنا فى الدنيا حسنة و في الآخرة حسنة وقنا عذاب اللنار.
عباد الله إن الله يأمركم بالعدل و الإحسان . و إيتاء ذى القربى و ينهى عن الفحشاء والمنكر والبغى . يعظكم لعلكم تذكرون. فاذكروا الله العظيم يذكركم ولذكر الله أكبر. ولله يعلم ما تصنعون
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Khutbah Idul Adlha
0 komentar:
Posting Komentar