1st. DASAR TEORITIS DAN HISTORIS
Teori secara sederhana bukanlah spekulasi ideal, juga bukan pikiran umum kebanyakan orang (common sense). Karena fakta itu tidak berbicara sendiri tentang dirinya. Sebuah bingkai kerja (frame works) sangat diperlukan untuk memberikan makna fakta-fakta itu. Teori adalah sebuah satuan konsep, asumsi dan penyimpulan umum yang saling berhubungan dan yang secara sistematik menggambarkan dan menjelaskan perilaku. Teori menyajikan bingkai kerja itu. Fungsi-fungsi teori organisasi dalam teori berkerja sejalan menurut ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial lainnya. Ia menyajikan sebuah sistem penjelasan yang menghubungkan dengan informasi yang tak berhubungan dan bertolak belakang. Sebagai tambahan, teori menunjukkan pada riset empirik, membangun pengetahuan baru dan menyajikan sebuah petunjuk rasional untuk bertindak. Teori dipertajam lewat penelitian; dan bila teori berada dalam cahaya temuan-temuan riset, teori bisa dipraktekkan ke dalam aksi induvidual. Jelasnya teori ditransformasikan ke dalam praktek.
Karena itu maka kemudian ada sebuah simbiosis dari teori, riset dan praktek. Walaupun bidang kita baru, penuh dengan bias-bias pribadi dan penuh dengan kompleksitas yang terjal dalamkehidupan organisasi, semua praktek harus didasarkan pada beberapa teori. Jika teori didasarkan pada sistem-sistem yang logis, rasional, eksplisit dan kuantitatif, maka praktek akan juga disebut rasional. Jika teori tak didasarkan pada informasi, bersifat subjektif atau antirasional, maka praktek akan menampilkan sifat-sifat seperti itu pula.
Organisasi-organisasi yang kompleks di abad dua puluh memerlukan sekali studi administrasi dan pengembangan teori. Kita dapat membicarakan tiga periode perkembangan ilmu pengetahuan administrasi. Pertama, pemikiran organisasi klasik, dimulai dengan adanya analisis ilmiyah Taylor tentang kerja. Analisis ini difokuskan pada struktur organisasi formal. Studi-studi manajemen ilmiyah dikonsentrasikan pada pekerjaan melahirkan efisiensi, khususnya variabel-variabel psikologis, dan berikutnya dihubungan dengan komponen-komponen manajemen itu sendiri. Fayol membuat daftar komponen-komponen itu: merencanakan, mengorganisir, memerintah, mengkoordinasi dan mengawasi. Gulick memperkuat komponen-komponen itu dalam akronimnya POSDCoRB.
Studi-studi The Hawthome menempatkan organisasi informal di tengah-tengah sebuah filsafat baru tentang manajemen, yaitu pendekatan hubungan kemanusiaan (human realations approach). Ketika manajemen ilmiyah telah dikritik karena memperlakukan pekerja secara mekanik, hubungan kemanusiaan (human relation) selalu mengemukakan pemecahan masalah yang tak sederhana.
Ketiga dan termasuk fase kontemporer, pendekatan Pendekatan ilmu perilaku (the behavioral science approach) . Pendekatan ini menyeimbangkan pengakuan terhadap dua jenis organisasi formal dan informal. Perspektif ketiga ini, dalam sebuah usaha menggabungkan pendekatan terdahulu, menggunakan metode ilmu sosial dan perilaku modern (modern behavioral and social science methods) dalam menganalisisnya.
Pendekatan ilmu perilaku dalam analisis keorganisasian mengutamakan sebuah pendekatan teoritis dengan tiga perspektif sistem kompetensi: sistem rasional, sistem natural dan sistem terbuka. Pada awal pemikiran ini dicetuskan, Masing-masing memiliki pendukung dan masing-masing memiliki penolaknya. Pendukung perspektif sistem rasional memfokuskan perhatian pada pentingnya tujuan dan struktur formal dalam menentukan perilaku keorganisasian, sementara itu analisis sistem natural mengajukan argumentasi, bahwa organisasi-organisasi itu seperti layaknya kelompok-kelompok sosial, semuanya secara pokok ditentukan oleh tujuan dasar kelangsungan hidup (basic goal of survival). Dengan kata lain, pandangan sistem rasional menekankan pada pentingnya struktur pada individu, sementara pandangan sistem-sistem natural menekankan pada pentingnya individu pada struktur Pandangan sistem-sistem terbuka menegaskan bahwa organisasi-organisasi itu tidak hanya dipengaruhi tetapi juga tergantung pada lingkungannya. Lagi pula, organisasi itu dihadapkan oleh desakan-desakan natural dan rasional yang menganggap perubahan sebagai perubahan-perubahan lingkungan ; karena itu maka bentuk organisasi itu adalah sebuah fungsi kondisi-kondisi lingkungan.
Pendkatan ilmu perilaku pada tahun 1950 dan 1960-an telah mengantarkan sebuah gerakan menuju lahirnya teori dan riset bidang administrasi pendidikan. Tetapi kerusuhan politik dan sosial tahun 1990-an mengilhami penekanan pembaharuan kembali untuk lahirnya aksi dan hasil-haasil yang cepat. Tangtangan tahun 1990-an menjadi jelas. Teori ilmu perilaku harus lebih tajam, lebih berdaya guna dan lebih berorientasi pada siatuasi. Teori keorganisasian harus menjelaskan elemen-elemen rasional dan natural dari perilaku sebagaimana desakan-desakan lingkungan menjelaskan keduanya dalam keterkaitannya dengan kehidupan keorganisasian. Jadi, teori sistem-sistem terbuka adalah bingkai kerja teoritis yang umum dari naskah ini. Perspektif kita tidak hanya terbuka tetapi juga pragmatis. Kami telah berasumsi bahwa peran riset dan teori keorganisasian adalah membantu kita memahami dan menjelaskan aturan dan tata tertib bidang perilaku keorganisasian. Bingkai kerja dan teori dibicarakan dalam seluruh sisa-sisa naskah ini, untuk menawari para administrator sebuah satuan kegunaan garis-garis petunjuk konseptual untuk membantu mereka dalam usaha mereka memahami dan berhubungan dengan kerumitan kehidupan keorganisasian.
Catatan:
1. Pembicaraan baru dan penuh pendapat mengenai kegunaan teori keorganisasian bagi riset dan praktek, lihat Bacharach (1989), Van de Ven (1989), Weick (1989), dan Whetten (1989)
2. Perkembangan pemikiran keorganisasian telah dibicarakan oleh sejumlah sarjana. Pandangan-pandangan yang komprehensif dan sangat baik tentang hal tersebut dikemukakan antara lain: Burrell dan Morgan (1980), Hage (1980), Pfefer (1982), Gross dan Etzioni (1985) dan Morgan (1986)
3. Gareth Morgan (1986) menyajikan sebuah alternatif dan cara baru memandang organisasi. Dia menggunakan metafor-metafor untuk mengembangkan image tentang organisasi yang berbeda dari perspektif sistem-sistem sosial yang digunakan dalam bab ini. Morgan menggambarkan organisasi seperti mesin, organisme, otak, budaya, sistem-sistem politik, penjara fisik, dan instrumen pengusaan. Masing-masing metafor atau image menyajikan kebenaran menarik dan penting mengenai organisasi-organisasi.
2nd. SEKOLAH SEBAGAI SEBUAH SISTEM SOSIAL
Sistem-sistem sosial terdiri dari elemen-elemen yang saling berinteraksi, bergerak , dan bertujuan secara sengaja. Diatur oleh upan balik, seperti sistem-sistem yang secara terus-menerus berusaha membangun keseimbangan. Sebuah model sistem-sistem sosial telah dikembangkan oleh Getzels dan Guba. Kami telah mengambarkan hasil kerja mereka sebagaimana kami menjelaskan hasil kerja para teoritisi lain tentang keorganisasian kontemporer. Penggambaran ini bermaksud untuk memperluas dan mempertajam formulasinya dan untuk mengaplikasikannya pada sekolah sebagai sebuah organisasi formal. Menurut model sistem-sistem sosial sekolah, perilaku keorganisasian ditentukan oleh sekurangnya-kurangnya tiga elemen kunci: harapan-harapan birokratis, norma-norma informal kebutuhan-kebutuhan dan motivasi-motivasi individual. Selanjutnya, seluruh elemen dan interaksi dalam sistem itu dipaksa oleh tuntutan-tuntutan penting dari lingkungannya seperti organisasi itu memecahkan problem-problem penting tentang penyesuaian, pencapaian tujuan, integrasi dan keadaan yang belum jelas. Sebagai tambahan, mekanisme umpan balik internal dan eksternal menguatkan perilaku keorganisasian yang cocok.
Sumber-sumber konseptual dan aplikasi model itu memberi ilustrasi kegunaan pandangan itu dalam penelitian dan praktek administrasi. Misalnya, konsep-konsep keefektifan, efesiensi, kepuasan kerja dan moral berasal dari sumber-sumber itu. Sebagai tambahan, sumber-sumber utama konflik internal muncul dari model itu sebagaimana juga formulasi konseptual dari empat tipe kepemimpinan . Proses sosialisasi birokratis guru dan administrator menampilkan pengaruh struktur birokratis terhadap personalia, dan pengaruh itu signifikan. Akhirnya, kami memberi ilustrasi bagaimana model itu dikawinkan dengan sebuah pembuatan keputusan yang rasional, bidang-bidang proses, sebuah satuan alat-alat praktek dan kekuasaan untuk menilai konflik dalam sistem itu, bagaimana membangun ke-sama sebangun-an di antara elemen-elemen itu, dan bagaimana mengembangkan kinerja keorganisasian.
Model sistem-sistem sosial juga menyajikan bingkai kerja. Catatan bahwa model itu mensintesakan pandangan-pandangan dari sistem-sistem rasional, natural dan terbuka telah dibicarakan di sub bahasan pertama di atas (A). Sedangkan sub bahasan C hingga L mengembangkan secara sistematis elemen-lemen yang sesuai, teori, riset dan proses-proses dianjurkan oleh tinjauan yang luas ini. Sub bahasan M menyajikan sebuah tinjauan ulang, sintesis dan pembicaraan tentang dilema-dilema keorganisasian lanjutan.
Catatan:
1. Model ini secara pokok adalah sebuah sintesis dari hasil kerja Abbott(1965), Getzels dan Guba (1957), Leavitt, Dill dan Eyring (1973), Lipham (1988), Scott (1981, 1987), Nadler dan Tushman (1983, 1989).
2. Para sarjana telah mengajukan model-model yang lebih rumit dengan elemen-elemen tambahan. Misalnya, lihat Getzels, Lipham, dan Campbell (1968), Leavitt (1965), Nadler dan Tushman (1989). Kenyataannya, dalam hasil kerja kami yang baru-baru ini (Hoy dan Miskel, 1987), kami mengajukan sebuah model yang lebih menyeluruh di mana kami mengusulkan tujuan keorganisasian sebagai elemen internal lain dari teori-teori sistem-sistem sosial.
3. Banyak formulasi teoritik telah mengusulkan sebuah asumsi serupa itu. Misalnya, lihat Etzioni (1961), Getzels dan Guba (1957), Nadler dan Tushman (1989)
4. Isi bagian ini lebih banyak menggambarkan analisis keorganisasian dari Nadler dan Tushman (1983)
3rd. LINGKUNGAN LUAR SEKOLAH
Munculnya teori sistem-sistem terbuka selama dua sampai tiga dekade menyoroti pentingnya lingkungan luar pada proses dan struktur internal sekolah. Walaupun tidak memiliki sebuah definisi yang tegas, lingkungan bisa dipahami lewat kebanyakan segi-seginya yang menyolok mata. Dalam hal ini perbedaan kegunaan antara faktor-faktor yang umum yang merupakan kecenderungan-kecenderungan umum bahwa secara potensial bisa mempengaruhi kegiatan-kegiatan operasional sekolah, dan faktor-faktor khusus yang merupakan elemen-elemen atau syarat-syarat yang memiliki pengaruh cepat dan langsung terhadap sekolah. Lagi pula, tiga ciri-ciri khas umum –ketidakpastian, struktur dan kesenjangan- seluruhnya berguna dalam menganalisis lingkungan sekolah.
Dua pandangan mengenai lingkungan telah dikembangkan dengan cara menggunakan tiga faktor umum. Pandangan informasi (information perspective) menegaskan bahwa lingkungan adalah sebuah informasi yang dipakai oleh para pemegang kebijakan keorganisasian. Sebuah ajaran penting dari pendekatan ini adalah bahwa persepsinya mengenai adanya hubungan antara lingkungan sekolah dan aksi-aksi yang diambil oleh para pembuat keputusan. Penelitian mendukung hipotesis-hipotesis fundamental bahwa ketidakpastian lingkungan yangdirasakan berpengaruh terhadap tingkat fleksibilitas dan konfigurasi birokratis organisasi. Secara kontras, pendekatan ketergantungan sumber (resource dependency approach) berasumsi bahwa organisasi tidak bisa membangun secara internal sumber-sumber yang dibutuhkan dan sumber-sumber itu pasti datang dari lingkungannya. Pandangan ini menyuguhkan akibat dari hal tersebut adalah adanya tingkat kesenjangan terhadap lingkungan untuk menegakkan stabilitas dan pertumbuhan. Jadi, organisasi-organisasi sekolah harus merubah sikap terhadap elemen-elemen lingkungan yang mensuplay kebutuhan sumber-sumber kebutuhan dan untuk kepentingan itu dapat menggunakan produk-produk dan pelayanan sekolah. Dua pandangan itu bisa diikutsertakan dalam dua cara. Ketidak pastian informasi dan ketergantungan sumber berpengaruh meningkatkan pengaruh dari yang lain; dan keduanya menyandarkan pada persepsi-persepsi pembuat keputusan. Persepsi-persepsi dari pemegang keputusan itu sudah tentu adalah persepsi-persepsi yang berbasis lingkungan.
Ketidakpastian lingkungan dan ketergantungan sumber mengancam otonomi dan keefektifan organisasi. Para administrator selalu mencoba untuk meminimalkan pengaruh-pengaruhnya terhadap pelaksanaan-pelaksanaan operasional intern sekolah. Respon mereka bisa diklasifikasikan sebagai strategi-strategi penanganan internal atau penanganan antar organisasi. Strategi penanganan internal meliputi: penyanggaan bagian penting yang bersifat teknis, perencanaan, peramalan, pengaturan operasi-operasi internal yang didasarkan pada teori kemungkinan (contingency theory) dan penjangkauan batas-batas keorganisasian. Strategi penanganganan antar-organisasi meliputi pembangunan hubungan dengan undang-undang luar yang penting, dan pembentukan elemen-elemen lingkungan lewat aksi-aksi politis. Dengan menggunakan dua strategi penanganan itu, administrator sekolah dapat mengurangi tingkat ketergantungan organisasi sekolah mereka pada ketidakpastian lingkungan dan ketergantungan lingkungan.
Catatan:
1. Dua pandangan lain tentang lingkungan keorganisasian, penduduk, ekologi penduduk dan pelembagaani, tidak dipertimbangkan dalam naskah ini. Sumber-sumber yang menyajikan pendekatan ekologi itu meliputi: Carroll (1984, 1988), Freeman (1982), Hannan dan Freeman (1977, 1984, 1988)); dan Bill McKelvey (1982). Sebuah kritik kuat tentang teori ekologi penduduk diberikan oleh Young (1988). Sebuah variasi lain tetapi masih dalam bingkai kerja ini telah dikembangkan oleh Astley (1985) dan Carroll (1984) dan telah diberi model oleh Beard dan Dess (1988). Model yang dibuat disebut “the community ecology perspective” (pandangan lingkungan masyarakat). Sumber-sumber yang menyajikan pandangan pelembagaan meliputi: DiMaggio dan Powell (1983); Mayer dan Rowan (1982; Tolbert (1985) dan Zucher (1983, 1987).
2. Penyokong utama sumber teori ketergantungan mungkin telah dilakukan Jeffey Pfeffer. Referensi yang mengandung hasil kerja meliputi: Jeffrey Pfeffer (1982, 192-207; 1981, 99-115) Jeffrey Pfeffer dan Gerald Salancik (1978); Jeffey Pfeffer dan Huseyin Leblebici (1973); Howard W. Aldrich dan Jeffey Pfeffer (1976). Pembicaraan akhir-akhir ini tentang teori ketergantungan sumber berasal dari sumber-sumber tersebut.
4th. KEKUASAAN DAN WEWENANG
Kekuasaan adalah elemen dasar kehidupan organisasi. Ia bisa legitimate (sah) dan diterima secara suka rela oleh bawahan, atau bisa berupa paksaan, tidak legitimate dan dilawan oleh bawahan. Analisis kita dimulai dengan pelaksanaan kekuasaan dan otoritas (wewenang) yang legitimate. Weber dengan mendasarkan pada sumber legitimati mengindentifikasi tiga tipe otoritas: tipe kharisma, tipe tradisi dan tipe hukum. Peabody memperluas gagasan itu dengan cara membedakan otoritas yang berdasarkan pada otoritas formal (yang berupa legitimasi dan posisi), dari otoritas yang berdasarkan otoritas fungsional ( yang berupa keterampilan pribadi dan keterampilan human relation). Terakhir Balau dan Scoot menyederhanakan fondasi kekuasaan legitimate dalam organisasi dengan cara membagi otoritas menjadi dua: formal dan informal.
Berikutnya, sebuah analisis umum tentang kekuasaan yang dilakukan dengan cara menggunakan dasar-dasar kekuasaan interpersonal dari French dan Raven, yaitu penghargaan (reward), paksaan (coersion), pengesahan (legitimacy), referensi, dan keahlian (expertise). Selanjutnya bingkai kerja Rench dan Raven itu diperluas ke level keorganisasian. Mintzberg menyajikan sebuah pandangan alternatif mengenai kekuasaan. Ia menggambarkan empat sistem kekuasaan: otoritas, ideologi, keahlian dan politik. Pandangan yang paling komprehensif tentang kekuasaan, bagaimanapun adalah analisis Etzioni mengenai kesetiaan (comliance). Konsep kestiaan tidak saja merupakan dasar tipologi hubungan-hubungan kekuasaan, tetapi juga merupakan sebuah teori deret-tengah organisasi (a middle-range theory of organization). Sekolah secara keseluruhan adalah tipe organisasi normatif, walaupun pada saat yang sama harus menggunakan paksaan.
Masing-masing formulasi otoritas dan kekuasaan ini masih mengandung sebuah perbedaan pandangan tentang pelaksanaan kontrol keorganisasian, dalam hal ini hanya Mintzberg yang menggali sistem politik. Politik adalah fakta kehidupan keorganisasian, yang telah pasti menggelar taktik, permainan dan konflik. Taktik-taktik politik adalah dasar dari sebuah sistem permainan-permainan politik yang dimainkan untuk menentang otoritas, untuk mengkonter penentangan, untuk membangun dasar-dasar kekuasaan, untuk menaklukkan lawan, dan untuk mengganti organisasi. Sistem politik itu secara khas hidup berdampingan dengan sistem-sistem pengaruh yang lebih legitimate dengan tanpa menguasai sistem-sistem pengaruh yang lebih legitimate itu. Tetapi kekuasaan dan politik membangkitkan konflik. Jadi analisis kita meliputi sebuah model manajemen konflik.
5th. STRUKTUR KEORGANISASIAN DI SEKOLAH
Elemen kelembagaan sistem sosial sekolah dibatasi oleh struktur keorganisasiannya. Sebenarnya semua organisasi memiliki ciri-ciri khas birokrasi yang berbeda-beda ( berupa divisi buruh dan keahlian, divisi yang tidak menyangkut urusan perorangan , hirarki otoritas, aturan dan tatatertib, dan orientasi kareer). Ciri-ciri khas birokrasi yang berbeda-beda itu digambarkan oleh Maks Weber dalam teori birokrasinya. Model Weber itu telah dikritik karena model tersebut menumpahkan perhatian yang tidak memadai untuk memperbaiki akibat-akibat tak fungsional dari masing-masing komponen, mengabaikan signifikansi organisasi informal, dan tak mengindahkan konflik antara disiplin dan keahlian. Meskipun demikian, Pandangan Weberian memberikan sebuah basis konseptual yang kuat untuk menguji struktur-struktur sekolah. Tetapi bagaimanapun, di sana ada bingkai kerja analitik lain, dan kami mengembangkan pandangan struktuk organik dan struktur mekanik dari Burns dan Stalker untuk membedakan secara kontras organisasi-organisasi birokratik dan non birokratik.
Kebanyakan sekolah memilki beberapa pandangan tentang birokrasi. Pendekatan-pendekatan penelitian Aston dan The Hall tentang birokrasi diperluas untuk mengukur tingkat birokrasi sekolah yang berkenaan dengan komponen-komponen penting model Weber. Pendekatan Hall digunakan untuk mengembangkan empat tipe struktur organisasi sekolah ( tipe Weber, tipe otoriter, tipe profesional, dan tipe semrawut ). Semua tipe itu sangat berbeda dan nampaknya memiliki akibat-akibat yang berbeda pula terhadap guru dan siswa. Tipologi ini kemudian digunakan untuk menggambarkan garis besar sebuah teori pengembangan struktur di sekolah. Walaupun pendekatan-pendekatan Hall dan Aston berbeda dalam fokus dan strategi sekolah, mereka menyajikan model-model yang melengkapi analisis-analisis tentang sekolah
Analisis lain tentang struktur organisasi disajikan oleh Mintzberg. Secara sederhana ia menggambarkan struktur sebagai cara organisasi membagi pekerja ke dalam tugas-tugas dan cara organisasi mencapai koordinasi antar pekerja. Analisis dan bingkai kerja Mintzberg itu bila dipraktekkan di sekolah menghasilkan enam konfigurasi struktur sekolah yang konvensional sama seperti halnya model politik sekolah. Tentu saja, bingaki kerja itu disajikan atas dasar penggabungan banyak literatur tentang struktur sekolah.
Teori terakhir yang kami uji adalah “loose–coupling theory” (teori penggabungan yang longgar). Teori ini menawarkan sebuah tambahan kegunaan pada teori-teori struktural dan birokratis. Ia melukiskan sekolah sebagai kombinasi yang khas antara birokrasi dan kelonggaran struktur, di mana struktur kelembagaan dipisah dari aktivitas-aktivitas pembelajaran.
Catatan:
1. Mintzberg akhir-akhir ini (19889) menambah dua pada lima konfigurasi yang asli: organisasi politik dan organisasi missi. Kadangkala ideologi atau politik menjadi begitu meresap yang menolak konfigurasi-konfigurasi standar, dan mencipta konfigurasinya sendiri. Jika ideologi (budaya) organisasi menjadi begitu kuat yang seluruh strukturnya dibangun di sekitarnya, Mintzberg menamakan konfigurasi itu sebuah organisasi missi. Jika politik menjadi begitu kuat dan menguasai organisasi itu, konfigurasi itu disebut sebuah organisasi politik. Tetapi secara khusus politik (sub bahasan C) dan ideologi (sub bahasan H) merupakan komponen-komponen dari bentuk-bentuk yang standar; komponen-komponen itu memainkan peran yang berlebihan dalam lima kofigurasi-konfigurasi konvensional itu.
2. Mintzberg (1979) juga mengidentifikasi dorongan terhadap kesemrawutan oleh manajer garis tengah, dan dorongan terhadap kerja sama oleh staf pendukung, semuanya sedikit dipertegas dalam sekolah dan didapat secara menonjol di struktur bagian dan struktur kepanitiaan khusus.
3. Fungsi-fungsi kelembagaan, manajerial dan teknis dalam sekolah dibicarakan secara detail oleh Parson (1967)
4. Untuk sebuah pembicaraan yang berwawasan luas mengenai zona-zona kontrol yang tersendiri terhadap kepala sekolah dan guru, lihat Lortie (1969).
6th. PROFESIONAL DI ORGANISASI SEKOLAH
Bentuk yang profesional dalam kehidupan kerja dan bentuk yang birokratis dalam administrasi adalah dua bentuk keorganisasian yang umum dalam organisasi formal yang modern. Orientasi-orientasi profesional dan birokrasi seringkali terlibat dalam konflik. Pertentangan antara keduanya terjadi karena kebutuhan terhadap keahlian selalu bertentangan dengan kebutuhan terhadap disiplin.
Kadangkala dalam masalah memecahkan konflik itu, perubahan struktural seperti mengembangkan organisasi profesional dan menyediakan dua garis otoritas untuk pengembangan, dapat dibuat. Pada saat yang lain, para individu sendiri harus melakukan peredaan konflik antara komitmen keorganisasian dan komitmen keprofesionalan. Ada individu yang mengambil sebuah orientasi kosmopolitan, yaitu orientasi yang membawa komitmen pada peran keprofesionalannya, sementara yang lain memilih sebuah orientasi lokal dengan memberikan loyalitas utama pada organisasi itu. Dua orientasi itu secara bersamaan pada hakikatnya adalah baik
Sebagai guru-guru yang telah menjadi sedikit lebih profesional, bertentangan dengan administrasi birokratis pada dasarnya adalah sesuatu jelas akan terjadi. Untuk menegakkan kader-kader guru dan administrator yang profesional, stabil dan kuat, organisasi sekolah harus mengembangkan kesempatan kareer dan membantu para pendidik, misalnya mengangkat mereka pada jabatan kepemimpinan yang baru.
7th. MOTIVASI KERJA DI SEKOLAH
Motivasi terdiri dari beberapa kekuatan yang kompleks yang memulai dan menegakkan aktivitas-aktivitas suka rela yang dijalankan untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi. Teori-teori bermunculan dan berusaha menjelaskan motivasi kerja. Yang pertama dari teori-teori itu adalah teori hirarki kebutuhan dari Maslow. Ia mengajukan postulat berupa lima tingkat hirarki kebutuhan: kebutuhan psikologis, keamanan, hak milik, penghargaan dan aktualisasi diri. Selanjutnya ia menjelaskan, bahwa kebutuhan-kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi yang diaktifkan sebagai kebutuhan-kebutuhan yang lebih rendah adalah kepuasan. Teori kedua berasal dari Herzberg. Ia hanya memperkenalkan dua faktor dalam motivasi kerja: motivators dan hygiene. Dua faktor ini mengandung satuan-satuan komponen yang terpisah. Satu satuan motivators membantu memberikan kepuasan kerja dan satu satuan yang hygiene untuk ketidak-puasan kerja. Komponen-komponen motivators memuaskan kebutuhan-kebutuhan penghargaan dan aktualisasi diri yang merupakan kebutuhan tingkat yang lebih tinggi, sementara komponen-komponen hygiene memuaskan kebutuhan-kebutuhan psikologis, keamanan dan hak milik yang semuanya merupakan kebutuhan tingkat yang lebih rendah.
Sebagai tambahan pada dua teori kebutuhan motivasi kerja, disajikan dua teori yang lebih kompleks:
1. Expectancy Theory (Teori Pengharapan). Teori ini mengajukan hipotesis bahwa motivasi adalah sebuah fungsi pengharapan, valensi dan alat bantu.
2. Goal Theory (Teori Tujuan). Teori ini mengajukan postulat bahwa usaha seorang individu tergantung pada kesulitan dan ketegasan tujuan yang telah ditetapkan.
Beberapa implikasi untuk kepentingan praktek bisa digambarkan lewat teori motivasi. Model karakteristik pekerjaan dan manajemen yang memiliki sasaran-sasaran menyajikan dua pendekatan praktis yang dikembangkan untuk menemukan tantangan sikap baru terhadap kerja dan perubahan bentuk-bentuk motivasi. Dua pendekatan itu memiliki kekuatan dan kelemahan. Keduanya harus dianalisa secara hati-hatisebelum digunakan dalam lingkungan pendidikan.
Catatan:
Kekuatan motivasi dihitung dengan menggunakan formula FM = EΣ (I. V). Didasarkan pada ukuran yang disajikan dalam Tabel 7.5, untuk menghitung E, nilai-nilai jawaban terhadap item “penghargaan” dijumlahkan. Untuk menghitung jumlah total hasil I dan V, bagaimanapun hasil silang harus dijumlahkan, yaitu, nilai jawaban masing-masing item “alat bantu” harus dikalikan dengan nilai jawaban item valensi yang sejajar dan kemudian seluruhnya dijumlahkan. Contoh dalam Tabel 7.5 penjumlahan hasil-hasil silang dari I dan V bagi item yang ada di dalamnya dilakukan sebagai berikut (a x g) + (b X h ). Untuk menghitung kekuatan motivasi bagian yang di dalam , nilai E silahkan dikalikan dengan nilai sebelumnya dari jumlah total hasil-hasil silang I dan V.
8th. KARAKTER KELOMPOK KERJA
Tiga pandangan yang saling berhubungan dan saling melengkapi yang dipakai untuk menganalisa karakter tempat kerja, yaitu:
1. organisasi informal,
2. budaya keorganisasian dan
3. iklim keorganisasian.
Ketiganya melampaui aspek-aspek formal dan individual dari kehidupan keorganisasian. Setiap konsep berhubungan dengan sisi-sisi organisasi yang bersifat natural, spontanitas dan kemanusiaan. Sisi-sisi itu merupakan usaha-usaha yang dibuat untuk menemukan makna-makna bersama dan aturan tak tertulis bersama yang mempengaruhi perilaku.
Organisasi informal adalah sebuah sistem darurat dari hubungan-hubungan pribadi yang terbentuk secara spontan di semua organisasi formal selama semua anggota berinteraksi dengan yang lain; kelompok kerja mengembangkan norma-normanya yang tak resmi, dan mengembangkan struktur-struktur nilai dan praktek. Berbeda dengan organisasi formal yang direncanakan secara sadar dan sangat hati-hati, organisasi informal adalah pemerintahan dan penstrukturan yang terbentuk dan berkembang secara alamiyah di tempat kerja. Sesuatu yang tak dapat dihindari, para guru dalam sekolah adalah menegakkan status informal mereka dan jaringan kerja kekuasaan, sistem-sistem komunikasi informal, dan pengaturan kerja yang tak resmi. Lebih dari itu, praktek administrasi yang sukses berakar di dalam sistem informal sebagaimana juga terjadi dalam sistem formal. Menolak sistem informal itu sama artinya dengan menolak aspek-aspek non-rasional dari perilaku keorganisasian. Kenyataannya, menolak salah satu sistem adalah pandangan sempit dan kontraproduktif.
Budaya keorganisasian adalah satuan orientasi bersama yang memegang kesatuan bersama-sama dan memberikan sebuah identitas yang khas. Walaupun iklim cenderung menfokuskan pada persepsi bersama, budaya dibatasi dalam istilah asumsi-asumsi, nilai dan norma bersama. Tiga tingkat budaya: asumsi, nilai dan norma bersama itu digali sebagai cara-cara alternatif untuk menggambarkan dan menganalisa budaya sekolah. Popularitas budaya itu dewasa ini tumbuh luar biasa dalam literatur bisnis , dan mengusulkan sebuah pendapat bahwa organisasi-organisasi yang efektif memiliki budaya perusahaan yang kuat.
Iklim keorganisasian adalah sebuah konsep yang luas yang menunjuk persepsi kebersamaan anggota mengenai sifat atau karakter tempat kerja; ia merupakan sebuah satuan karakteristik internal yang membedakan satu sekolah dari lainnya dan mempengaruhi perilaku orang-orang di sekolah. Ada tiga konseptualisasi penting mengenai iklim yang dipertimbangkan. Iklim interaksi antar guru dapat digambarkan di sepanjang sebuah rangkaian terbuka hingga tertutup (along an open –to-closed continum), dan bisa diukur dengan dua angket yang menjabarkan tentang iklim keorganisasian: OCDQ-RE dan Kesehatan Sekolah, yaitu luas gerak sekolah hingga menemukan kebutuhan-kebutuhan ekpressif dan instrumental, sementara itu dilakukan secara simultan penanggulangan kekuatan-kekuatan pengacauan dari luar seperti menunjukkan energi-energinya pada missinya. Kesehatan sekolah bisa dipetakan dengan menggunakan inventaris kesehatan organisasi (,organizational healt inventory atau OHI). Sementara itu penjabaran yang lain memandang iklim sekolah berkenaan dengan sebuah rangkaian pengawasan terhadap murid , dari yang bersifat kemanusiaan (humanistik) hingga yang bersifat penahanan, dan bisa diukur dengan bentuk ideologi pengawasan murid (the pupil control ideology form atau PCI).
Sub bab ini juga membahas tiga strategi di mana para praktisi bisa memanfaatkan perubahan dunia tempat-kerja sekolah:
1. Strategi klinis berkaitan dengan dunia hubungan antar bagian-bagian kelompok sekolah;
2. strategi pemusatan pertumbuhan menekankan pada dunia pengembangan individual dalam sekolah;
3. strategi pengubahan norma menitik-beratkan pada strategi mengganti norma-norma organisasi.
9th. KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan adalah sebuah topik penting dalam literatur administrasi pendidikan. Definisi-definisi kepemimpinan berubah secara luas, seperti mengambil pendekatan-pendekatan yang akan dipilih untuk penelitian. Khususnya, riset yang dipusatkan pada usaha mengidentifikasi sifat bahwa pemimpin itu pertunjukan yang umum, tetapi penekanan semacam itu telah diganti dengan perhatian pada pentingnya sifat-sifat situasi untuk menjelaskan perilaku para pemimpin. Dewasa ini:
1. Sifat pemimpin
2. dan macam-macam situasi
dikenal sebagai sesuatu yang penting untuk menjelaskan kepemimpinan.
Literatur dewasa ini yang didasarkan pada observasi-observasi struktural mengenai perilaku pemimpin menunjuk kan bahwa para administrator dan manajer di sekolah dan bisnis menetapkan bentuk-bentuk pertunjukan biasa. Untuk menginte grasikan temuan-temuan di lingkungan-lingkungan sekolah, lima kesimpulan telah digambarkan untuk menjabarkan aturan-aturan mengenai perilaku administrator. Secara umum, Administrator bekerja keras, terutama dalam sekolah, dalam gaya kerja yang sepotong-sepotong, dengan cara bicara dan bekerja mengenai macam-macam tugas.
Studi-studi untuk menentukan dimensi-dimensi dasar perilaku kepemimpinan pada umumnya mengidentifikasi dua kategoris yang berbeda:
1. Kategori yang memperhatikan pada kerja
2. Kategori yang memperhatikan hubungan-hubungan perseorangan dan antar-perseorangan
Studi-studi kepemimpinan administrator sekolah mengemukakan bahwa yang paling efektif adalah yang skornya tinggi dalam soal-soal:
1. Initiating structure (kemampuan mengorganisasi kerja)
2. Consederation (kemampuan berhubungan dengan bawahan)
Studi-studi kepemimpinan yang dilakukan di Michigan Survey Research Center (Pusat Survey dan Penelitian Michigan) dan Laboratory of Social Relation (Laboratorium Hubungan Sosial) di Harvard dengan menggunakan beberapa pendekatan yang berbeda mengemukakan hasil-hasil yang cocok sekali dengan apa yang dihasilkan di Ohio State.
Untuk memberikan pemahaman yang lebih lengkap tentang apa yang membuat para pemimpin itu efektif, tiga model kemungkinan, yang menguji hubungan antara karateristik-karakteristik pribadi dengan variabel-variabel situasi, harus dinilai:
1. House’s Path-goal Theory ( Teori Jalan Menuju Tujuan dari House dan kawan) memfokuskan pada perilaku pemimpin. Ia juga melihat pada faktor-faktor keadaan yang mempengaruhi keefektifan pemimpin, tetapi ia mendefiniskan keefektifan tidak dalam kaitannya dengan prestasi kerja, tetapi dalam kaitannya dengan keadaan psikologis bawahan
2. Fiedler’s Contingency Model (Model Kemungkinan dari Fiedler). Model Kemungkinan Keefektifan Kepemimpinan ini mengeksplorasi hubungan antara gaya kepemimpinan dan pengawasan situasional yang ditetapkan dengan kekuasaan jabatan, struktur tugas, dan hubungan-hubungan antara pemimpin dengan anggota. Studi-studi riset di sekolah-sekolah pemerintah menyajikan bukti untuk mendukung teori Fiedler; keefektifan sekolah-sekolah dasar telah ditemukan untuk menjadi alternatif model kepemimpinan kepala sekolah dan stuasi yang menyenangkan. Fiedler dewasa ini telah memperluas Model Kemungkinannya dan memformulasi Model Sumber Kognitif
3. Cognitive Resource Theory (Teori Sumber Kognitif), sebagai sebuah model baru, ia berusaha untuk menghubungkan idea-idea tentang directive behavior (perilaku memerintah), stres dan motivasi untuk menjalankan tugas dan sumber-sumber kepemimpinan, dengan idea-idea pengawasan situasional lewat statemen yang terdiri dari dua asumsi dan tujuh hipotesis. Untuk kelanjutan penelitian mengenai kepemimpinan pendidikan, pendekatan-pendekatan teori kemungkinan ini perlu ditambah dengan pertimbangan memasukkan sejumlah variabel lain yang diusulkan oleh Wayne dkk dalam buku “Educational Administration” bab 9.
Sebagai tambahan terhadap model-model formal kepemim pinan, penelitian tentang konsep itu telah maju dengan meng hasilkan jalan keluar dari program-program pengembangan mana jemen. Teori Situasional Hersey dan Blanchard dan peta LBDQ menawarkan pandangan-pandangan yang cocok dengan peneliti an-penelitian Ohio State, walaupun masih perlu dicobakan ke dalam lingkungan sekolah.
Akhirnya, kepemimpinan itu bersifat kultural dan simbolik sebagaimana juga bersifat instrumental dan perilaku. Pemimpin-pemimpin yang sukses memasukkan nilai pada organisasi, dengan cara demikian ia telah menciptakan makna dan tujuan kelembagaan yang melebihi keperluan-keperluan kerja yang bersifat teknis. Pemimpin situasional itu bertanggungjawab terhadap penyampaian missi organisasi, membentuk budaya organisasinya, dan menjaga serta menegakkan integritasnya.
10th. MEMBUAT KEPUTUSAN
Sebuah pemahaman tentang membuat keputusan adalah penting bagi kesuksesan administrasi. Ada empat strategi dasar dalam membuat keputusan yang manajerial yang telah diidentifikasi dan dijabarkan.
1. Model klasik: Optimizing strategy (Strategi Pengoptimalan):
Strategi Pengoptimalan dari model klasik ini ditemukan tidak untuk digunakan oleh para administrator, karena ia mengasumsikan informasi yang benar, rasionalitas dan kapasitas manusia yang tidak didapat di dunia administrasi yang nyata. Walaupun membuat keputusan rasional secara lengkap itu mustahil, tetapi para administrator memerlukan sebuah proses sistematik untuk memelihara pilihan pemecahan yang memuaskan.
2. Model administratif: Satisficing Stategi (Strategi Pemuasan):
Karena membuat keputusan rasional secara lengkap itu mustahil, tetapi para administrator memerlukan sebuah proses sistematik untuk memelihara pilihan pemecahan yang memuaskan, maka dengan demikian Strategi Pemuasan adalah penting dalam membuat keputusan dalam bentuk administratif. Membuat keputusan di sini adalah sebuah lingkaran kegiatan yang meliputi pengenalan dan pendefinisian masalah, analisis kesulitan, membuat kriteria sebuah pemecahan ulang yang tepat, pengembangan sebuah rencana aksi dan membuat perencanaan. Karena dunianya yang melingkar itu, lingkaran kerja membuat keputusan itu mungkin saja masuk ke dalam tangga-tangga yang berbeda dan tangga-tangga datang berulang-ulang dalam proses administrasi. Pengenalan dan pendefinisian masalah adalah sebuah fase penting dalam lingkaran itu. Cara seorang admnistrator mengonsep sebuah masalah memiliki pengaruh yang hebat terhadap pemecahan kejadian. Analisis terhadap kesulitan-kesulitan di dalam situasi yang ada menempatkan masalah itu dipikirkan menurut konteks sebuah organisasi tertentu dan memberikan jawaban-jawaban terhadap apa, di mana, mengapa, kapan, dan bagaimana. Dalam membuat kriteria keakuratan pemecahan kesulitan-kesulitan , para pembuat keputusan membandingkan antara “keharusan” dan “ kemauan” mereka. Langkah sentral dari proses itu adalah mengembangkan sebuah rencana aksi yang menyangkut alternatif khusus yang diperlukan, meramal akibat-akibat dari semua kemungkinan, mempertimbangkan dan memilih alterna tif-alternatif aksi. Langkah akhir dari lingkaran kerja adalah membuat rencana aksi, meliputi pemrograman, pengkomunikasian, pengawasan dan penilaian.
Strategi pemuasan sangat cocok untuk menghubungkan banyak problem dalam administrasi pendidikan. Bagaimana pun, ketika satuan alternatif itu tidak bisa didefinisikan dan konsekwensi-konsekwensi dari setiap alternatif tidak bisa diramalkan, dalam kaitannya dengan penghargaan yang harus diberikan sesuai levelnya, maka dengan demikian strategi pe nambahan gaji nampaknya lebih tepat.
3. Model penambahan gaji: Stategy of Successive Limited Camparison (Strategi Pembandingan Kesuksesan Terbatas):
Strategi penambahan gaji adalah sebuah proses yang meng gunakan metode pembandingan-pembandingan kesuksesan terbatas.; hanya sebuah satuan alternatif-alternatif yang terbatas, sesuai dengan situasi yang ada, yang dipertim bangkan dengan cara memperbandingkan hasil-hasil kesuk sesan mereka hingga kesepakatan-kesepakatan yang dicapai dalam sebuah rangkaian kerja. Ini berarti mengasumsikan bahwa perubahan-perubahan kecil tidak mungkin menghasil kan akibat-akibat yang luas bagi organisasi itu.
Paham penambahan gaji, bagaimanapun bisa jadi sangat konservatif dan bunuh diri. Keputusan-keputusan penambahan gaji yang dibuat tanpa aturan-aturan yang jelas yang bersifat fundamental bisa menggiring kerja tanpa arah. Jadi Peninjauan Campuran mempersatukan yang terbaik yang ada pada dua model: administratif dan penambahan gaji.
4. Model Peninjauan Campuran: Adaptive Strategy (Startegi Penyesuaian)
Peninjauan Campuran mempersatukan yang terbaik yang ada pada dua model: administratif dan penambahan gaji, seperti yang telah disebutkan di atas. Sebuah strategi pemuasan digunakan dengan mengkombinasikannya dengan model penambahan gaji dalam membuat keputusan. Startegi kombinatif itu diterapkan lewat kebijaksanaan yang luas. Peninjauan penuh ditempatkan kembali oleh peninjuan khusus, dan keputusan-keputusan sementara dibuat dengan cara penambahan gaji yang dilakukan melalui proses yang diarahkan oleh sebuah pengertian yang jernih tentang tujuan.
Model Garbage-can tentang membuat keputusan keorganisasian dipakai untuk memahami bentuk keputusan dalam menghadapi situasi-situasi anarki yang terorganisir. Dalam model ini, keputusan tidak dimulai dari sebuah problem dan berakhir dengan sebuah pemecahan, tetapi organisasi-organisasi cukup dipandang sebagai satuan-satuan pilihan untuk mencari problem-problem, dan para administrator dipandang sebagai pilihan untuk kerja. Masalah, pemecahan, partisipan dan memilih kesempatan bergerak sebagai kejadian-kejadian bebas (independent events). Jika semua itu kacau maka beberapa problem terpecahkan, tetapi dalam proses keputusan yang amburadul (chaos) itu banyak problem tidak terpecahkan, dan tetap tertahan. Model tersebut menjelaskan bagaimana pemecahan-pemecahan bisa mungkin diusulkan pada masalah-masalah yang tidak ada, mengapa pilihan-pilihan yang tidak relevan dibuat, mengapa masalah-masalah tertahan, dan mengapa hanya sedikit sekali persoalan yang terpecahkan.
Tanpa memperhatikan strategi, membuat keputusan akan selalu mengakibatkan stres. Kondisi-kondisi yang ada dalam stres memiliki effek-effek yang tak menguntungkan pada kualitas pembuatan keputusan yang kita bicarakan. Ada lima mekanisme penanggulangan yang banyak disukai oleh para pembuat keputusan untuk digunakan dalam situasi-situasi yang stres, seluruhnya dianalisis dalam bab ini (maksudnya, bab 10 dari buku Educational Admnistration).
Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa melibatkan bawahan dalam membuat keputusan itu tidak selalu mengun tungkan bagi administrator. Ada dua model yang diusulkan untuk membantu para administartor dalam menetapkan, dalam keadaan yang bagaimana para bawahan bisa dilibatkan dalam proses pembuatan keputusan:
1. Menggunakan tes relevansi dan keahlian sebagai sebuah panduan untuk pelibatan bawahan.
2. Menggunakan dua satuan peraturan tentang kualitas dan penerimaan keputusan untuk menetapkan bentuk dan jumlah partisipasi bawahan dalam pembuatan keputusam dalam situasi-situasi yang khusus. Dan terakhir syarat-syarat yang dapat membantu pikiran kelompok hendaknya dianalisis, dan usulan-usulan hendaknya direncanakan untuk melindungi mereka.
Catatan:
1. Riset akhir-akhir ini menyatakan bahwa banyak administrator mengabaikan metode-metode normatif, hal tersebut ditulis oleh para sarjana pembuatan keputusan yang efektif dan kelangsungan dalam taktik keputusan yang meragukan. Lihat Nutt (1984)
2. Asumsi-asumsi dasar pada bagian berikut berasal dari Edward Litchfield (1956)
3. Apa yang telah diistilahkan dengan “pembuatan kebijakan” (policy making) di sektor negeri selalu dibicarakan di dalam judul “formulasi strategis” di sektor swasta. Misalnya, lihat Henry Mintzberg (1978) dan Johannes panning dan kawan-kawan (1985)
4. Bagaimanapun masalahnya menjadi lebih komplek, jika hal itu juga melibatkan integritas para siswa minoritas ke dalam sekolah-sekolah terpencil.
5. Etzioni (1967) melaporkan bahwa 50 artikel dan disertasi Ph.D telah menulis tentang “Peninjauan Campuran” ketika masih berbentuk artikel asli. Untuk sintesisnya, lihat Etzioni (1986).
6. Bagian ini menggambarkan banyak sekali karya Janis (1985) dan karya Janis dan Mann (1977).
7. Untuk sebuah peninjauan secara kritis dan menyeluruh mengenai partisipasi dalam pembuatan keputusan, lihat Hoy dan Sousa (1984)
8. Mengenai empat pertanyaan terakhir, Bridges menyajikan (1967) bersamaan dengan pembahasan tentang basis pengembangan pembuatan keputusan bersama di dalam dunia per-kepala sekolah-an. Analisis kita mengenai pembuatan keputusan bersama didasarkan pada hasil karya Bridges yang merupakan orang pertama yang menulis tentang hal tersebut.
9. Konsep tentang zona penerimaan adalah sama dengan apa yang ditawarkan oleh Barnard dengan istilah “Zone of indiference” (Zona pengabaian). Kami lebih menyukai label Ferbert Simon yang melindungi dari pengertian-pengertian negatif yang bisa diasosiasikan dengan “pengabaian” (indiference).
10. Riset yang sedikit sistematik telah dikerjakan dalam kaitannya dengan usaha mencocokkan persiapan-persiapan kelembagaan dengan situasi, dan karena itu usaha-usaha pencocokan yang diusulkan untuk memaksimalkan keefektifan menjadi sesuatu yang sangat spekulatif
11. Untuk sebuah analisis kritis terhadap model itu, lihat Field (1979)
11th. KOMUNIKASI
Komunikasi begitu meresap di sekolah. Ia merupakan sebuah proses integratif yang fundamental dalam administrasi pendidikan. Komunikasi bermaksud untuk berbagi-bagi pesan, idea atau sikap yang melahirkan pemahaman antara pengirim dan penerima. Dari studi tentang proses-proses komunikasi yang nampak jelas, ada empat kesimpulan utama. Pertama, komunikasi berguna untuk inisiator dan penerima. Kedua, komunikasi adalah sebuah fenomena psikologis-sosial. Yang demikian dijelaskan oleh teori informasi. Menurut teori ini Individu-individu merubah pikiran atau fakta bersama dengan orang-orang lain ketika sedang berinteraksi dalam situasi sosial; Maksud-maksud dari pesan ditentukan oleh orang-orang yang menafsirnya. Ketiga, mengalir lewat saluran-saluran formal dan informal, dengan menggunakan media verbal atau non-verbal. Keempat, untuk menjamin tingkatan pemahaman yang tinggi, menggunakan mekanisme umpan balik sangat penting.
Walaupun kesempurnaan adalah sesuatu yang mustahil, beberapa teknik cocok digunakan untuk mengukur dan untuk mengembangkan proses komunikasi pada level individu dan level organisasi. Riset dewasa ini di bidang area komunikasi akan membantu dalam memahami dan mengembangkan proses. Seperti Porter dan Robert (1976, 1585) telah mencatat, “Komunikasi menyajikan sebuah bidang area yang telah dikembangkan dalam teori dan diteliti dalam penelitian. Ia menawarkan peluang-peluang terbaik sebagai sumbangan-sumbangan masa depan pada pertumbuhan pengetahuan tentang perilaku dalam organisasi”
12th. KEEFEKTIFAN ORGANISASI SEKOLAH
Keefektifan organisasi memainkan peran yang begitu sentral dalam teori dan praktek pendidikan. Karena itu sebuah pemahaman yang lebih baik tentang konsep itu adalah penting bagi bidang ini. Ada dua pendekatan umum yang mendominasi penelitian: a goal perspective (perspektif tujuan) dan system resource model (model sumber sistem). Bagaimanapun, perbedaan antara keduanya, lebih banyak menampakkan pada kata-kata, bukan pada substansi, karena itu pendekatan itu bisa digabung menjadi satu bentuk, yaitu integrated goal system resources model (model gabungan sumber sistem tujuan) untuk menganalisa kefektifan keorganisasian di sekolah. Penggabungan itu bisa dibuat dengan menggunakan empat fungsi sistem sosial yang diperke nalkan oleh Parson sebagai multiple operative goals for organi zations (tujuan-tujuan operatif yang bersifat ganda) yaitu:
1. Adaptation (penyesuaian), indikatornya: kemampuan beradap tasi, innovasi, pertumbuhan dan pengembangan.
2. Goal achievement (pencapaian tujuan), indikatornya: pencapai an, kualitas, tambahan sumber dan efesiensi.
3. Integration (penggabungan), indikatornya: kepuasan, iklim, komunikasi dan konflik.
4. Latency (hal yang tersembunyi), indikatornya: layalitas, moti vasi, identitas dan daya tarik hidup yang terfokus.
Keempat fungsi sistem sosial itu memberi petunjuk pemilihan indikator-indikator keefektifan. Indikator-indikator itu adalah beberapa constituencies sekolah di seluruh masa panjang dan masa pendek. Bagi sebuah sekolah keefektifan jelas bukanlah satu hal. Ia komplek dan merupakan fenomena multidimensi yang dibatasi dalam kaitannya dengan tujuan-tujuan dan sumber-sumber sistem. Sialnya, kebanyakan riset tentang keefektifan sekolah membahasnya satu per satu, padahal keefektifan bukanlah satu hal melainkan multi dimensi, dan kebanyakan riset tidak didasarkan pada petunjuk sebuah model teori.
Para admnistrator yang berusaha mengembangkan keefektifan sekolah harus melibatkan perubahan keorganisasian yang terencana. Sudah tentu, perubahan itu bisa dikonsepsikan di bawah payung pengembangan organisasi. Dengan menggunakan aneka ragam strategi, fokus perencanaan itu akan berjalan di atas faktor-faktor teknis, struktural dan perubahan individual yang berlangsung secara simultan.
13th. KESIMPULAN
Kedudukan seluruh isi buku yang kami pertahankan ini mewujudkan apa yang Peter F. Drucker (1968, 38-41) sebut dengan realitas. Pengetahuan telah menjadi sumber sentral. Keahlian ilmu pengetahuan yang sistematik- yaitu pendidikan formal yang terorganisasi- harus ditambah dengan pengalaman sebagai dasar bagi usaha meningkatkan kapasitas produktif dan usaha mengem bangkan kinerja. Makin berkembang, kinerja (performance) akan makin tergantung pada kemampuan menggunakan konsep, pemi kiran, dan teori sebagaimana keterampilan-keterampilan diperoleh dari pengalaman.
Dilema-dilema yang ditemukan memerlukan perubahan-perubahan mendasar dari administrator. Mereka perlu pelatihan , pengetahuan dan kebijakan-kebijakan baru. Mereka juga perlu meninggalkan praktek-praktek masyarakat hari ini yang telah mendarah-daging dalam diri mereka. Praktek administrasi bisa menjadi salah satu dilema yang ambruk atau pencapaian yang meningkat. Kami mempertahankan bahwa jalan yang baru itu harus melewati teori dan riset bidang organisasi pendidikan.
DAFTAR ISI
1st. DASAR TEORITIS DAN HISTORIS ......................................1
2nd. SEKOLAH SEBAGAI SEBUAH SISTEM SOSIAL............... 4
3rd. LINGKUNGAN LUAR SEKOLAH..........................................6
4th. KEKUASAAN DAN WEWENANG.........................................8
5th. STRUKTUR KEORGANISASIAN DI SEKOLAH .................9
6th. PROFESIONAL DI ORGANISASI SEKOLAH ....................11
7th. MOTIVASI KERJA DI SEKOLAH........................................13
8th. KARAKTER KELOMPOK KERJA........................................14
9th. KEPEMIMPINAN .................................................................. 16
10th. MEMBUAT KEPUTUSAN.....................................................19
11th. KOMUNIKASI........................................................................23
12th. KEEFEKTIFAN ORGANISASI SEKOLAH.........................24
13th. KESIMPULAN........................................................................25
DAFTAR PUSTAKA
Abbott, Max., “Hierarchical Impediments to Innovation in Educa tional Organizations.” In Change Perspectives in Educational Administration, Edited by Max Abbott, 40-53. Aubum, AL: Aubum University, 1965a.
, “Intervening Variables in Organizational Behavior.” Educational Admnistration Quarterly 1 (1965b): 1-14.
, and Francisco Caracheo. “Power, Authority, and Bureaucracy.” In Handbook of Research on Educational Admnistration, edited by Norman J. Boyan ,239-257. New York: Longman, 1988.
Astley W. Graham. “ The Two Ecologies: Population and Community Perspec tives on Organizational Evolution.” Administrative Science Quarterly 30 (1985): 224-241
Bacharach, “Organizational Theories: Some Criteria for Evaluation.” Academy of Management Review 14 (1989).
Beard, Donald W., dan Gregory G. Dess, “Modeling Organizational Species ‘In terdependence in an Ecological Community.” Academy of Management Review 13 (1988): 362-373
McKelvey, Bill. Organizational Systematics: Taxonomy, Evolutions, Classi fication. Berkeley: University of California Press, 1982.
Bridges ,Edwin M. “A Model for Shared Decision Making in the School Prin cipalship.” Educational Administration Quarterly 3 (1967):49-61.
Burrell,Gibson,and Gareth Morgan, .Sociological Paradigms and Organizational Analysis, p. l. London: Heinemann, 1980.
Carroll, Glenn R., “Organizational Ecology.” Annual Review of Sociology 10 (1984) ): 71-93
(ed.) Ecological Models of Organizations, Cambridge, MA: Ballinger, 1988
Carroll, Stephen, dan Henry Tosy, “Goal Characteristics and Personality Factors in a Management by Objective Program” Administrative Science Quarterly 15 (1970): 295-305.
DiMaggio, Paul, dan Walter Powell, “The Iron Cage Revisited: International Isomorphism and Collective Rationality in Organizational Fields.” American Sociological Review 48 (1983): 147-160.
Etzioni, Amitai, “Two Approaches to Organizational Analysis: A Critique and Suggestion.” Admnistrative Science Quarterly 5 (1960): 257-278.
, “ Mixed Scanning Revisited.” Public Admnistration Review 46 (1986) 8-14
Field, George R. H. “Critique of the Vroom-Yetton Contingency Model of Leadership Behavior.” The Academy of Management Riview 4 (1979): 249.
Freeman, “Organizational Life Cycle and Natural Selection Processes.” Rsearch in Organizational Behavior 4 (1982): 1-32
Getzels, M. Lipham, dan Roadl F.Campbell, Educational Admnistration as a Social Process: Theory, Rsearch, and Practice, New York: Harper & Row. 1968.
Getzels, Jacob W., dan Egon G. Guba , “Social Behavior and Admnistrative Process.” School Review 65 (1957): 423-441.
Gross, Edward, dan Amitai Etzioni, Organizations in Society, Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall, 1985
Hage, Jerald, Techniques and Problems of Theory Construction in Sociology, New York: Wiley (1980),
Hannan, Michel T., dan John Freeman, “Obstacles to Comparative Studies.” In New Perspectives on Organizational Effectivness, Editor Paul S. Good man dan Johannes M. Pennings, 106-131, San Fransisco; Josey Bass, 1977a
dan , “The Ppopulation Ecology of Organizations.” American Journal of Sociology 82 (1977b): 929-964.
dan , “Structural Innertia and Organizatonal Chang.” American Sociological Review 49 (1984): 140-164
Aldrich, Howard E. dan Jeffey Pfeffer, “Environments Of Organizations,” An nual Review of Sociology 2 (1976): 70-105
Hoy dan Cecil Miskel, Educaional Administration: Theory, Research, and Practice, New York: Random House, 1987.
Hoy dan David Sousa, “Deligatio: The Neglected Aspect of Participation in Decision Making,” Alberta Journal of Educational Research 30 (1984): 320-331
Janis, “Sources of Error in Strategic Decision Making,” dalam Oraganizational Strategy and Change, Editor Johannes M. Pennings dan Kawan-kawan, 157-197, San Francisco: Jossey-Bass, 1985
Janis, Irving L., dan Leon Mann, Decision Making: A Psychological Analysis of Conflic, Choice and Commitment, New York,: Free Press, 1977
Leavitt, Harrold J., “Applied Organizational Change in Industry: Structural, Technological, and Humanistic Approach.” Dalam Handbook of Organi zations, Editor: James G. March, 1144-1170, Chicago: Rand McNally, 1965.
Leavitt, William R. Dill dan Henry B. Eyring, The Organizational World, New York: Harcourt Brace Jovanovich, 1973.
Litchfield Edward H. “Notes on a General Theory of Administration.” Administrative Science Quarterly I (1956): 3-29
Lipham, James A. “Leadership and Administration,” dalam Behavioral Science and Educational Admnistration, Sixty-Third Yearbook of Natonal Society for Study of Education, Editor Daniel Griffiths, 119-`4`, Chicago : University of Chicago Press, 1964.
Lortie, Dan C., “The Balance of Control and Autonomy in Elementary School Teaching,” dalam The Semiprpfesionis and Their Organization, Editor A. Etzioni, 1-53, New York: Free Press, 1969.
Meyer, John W., dan Brian Rowan, “Institutionalized Organizations: Formal Structure as Myth and Ceremony,” American Journal of Sociology 83 (1977) :440-463
dan , “The Structure of Educational Organizations,” dalam Environments and Organizations, Editor Marshall W. Mayer et.al.., 78-109, San Francisco: Jossey-Bass, 1978
Mintzberg , Mintzberg on Management, New York: The Free Press, 1989
, The Structuring of Organizations, Englewood Clift, NJ: Prentice-Hall 1979
dan Henry, The Nature of Managerial Work, New York: Harper & Row, 1973.
“Patterns in Strategy Formulation.” Management Science 24 (1978): 934-948.
Morgan, Gareth, Images of Organizations, Beverly Hills, CA: Sage, 1986.
Nadler dan Michael L.Tushman, “ A General Diagnostic Model for Organizational Behavior Applying a Congruence Perspective,” dalam Perspective on Behavior in Organizations, Cet. ke-2, Editor Richard Hacman, Edward E. Lawler III, dan Lyman W. Porter, 112-124, New York: McGraw-Hill, 1983.
Nutt, Paul C., “Tipes of Organizatonal Decision Processes,” Administrative Science Quarterly 29 (1984): 414-450
Parson, Talcott, Sociological Theory and Modern Society, New York: Free Press, 1967
Pfeffer, Jeffrey, “Size and Its Composition of Corporate Boards of Directors: The Organization and Its Environment,” Administive Science Quarterly 17 (1972): 218-228
, “Beyond Management and the Worker: The Institutional Function of Management,” Academy of Management Review 1 (1976): 36-46
, Power in Organizations, Boston: Pitman, 1981.
, Organization and Organization Theory, Boston, Pitman, 1982
dan Gerald Salancik, The External Control of Organization: A Resource Dependence Prespective, New York: Harper & Row, 1978.
Pfeffer, Jeffey dan Huseyin Leblebici , The Effect of Competition on Some Dimensions of Organizational Structure, “ Social Force 52 (1973): 268-279.
Scott, W. Richard, Organization: Rational, Natural, and Open System, Cet. Pertama, Editor Englewood Clifts, NJ: Prentice-Hall, 1981
, Organization: Rational, Natural, and Open System, Cet. kedua, Editor Englewood Clifts, NJ: Prentice-Hall, 1987
Tolbert, Pamela S. “Instutional Envirenments and Resource Dependence: Source of Administrative Staructure in Institutions of Higher Education,” Administrative Science Quarterly 30 (1985): 1-13.
Van de Ven, Andrew H., “Nothing is Quite So Practical as a Good Theory,” Academy of Managemen Review 14 (1989).
Weick, Karl E., “Theory Construction as Disciplined Imagination,” Academu of Management Review 14 (1989)
Whetten, David A., “What Constitute a Theoritical Contribution,” Academy of Management Review 14 (1989).
Young, Ruth C., “Is Population Ecology a Useful Paradigm for the Study of Organization?” American Jounal of Socilogy, 84 (1988): 1-24
Zucher , Linne., “Organizations as Institutions, “ Research in teh Sociology of Organizations 2 (1983): 1-47
, “Instituonal Theories of Organization,” Annual Riview of Sociology 13 (1987): 443-464.
CATATAN RINGKAS TENTANG
TEORI, PRAKTEK DAN RISET BIDANG
MANAJEMEN
PENDIDIKAN
Diterjemahkan dari
“Summary” dan “Notes” dalam
“Educational Admnistration”
Karya Wayne K.Hoy dan Cecil G. Miskel
Oleh:
Syarqawi Dhofir
Universitas Negeri Subaya
Program Pasca Sarjana
Program Studi Manajemen Pendidikan
P
KATA PENGANTAR
Naskah yang berupa buku kecil ini bisa selesai berkat pertolongan Allah semata. Karenanya penerjemah sangat bersyukur sekali kepada-Nya, dengan rasa syukur yang tak terhingga. Sudah tentu dalam penyelesaian tersebut tidak akan pernah lepas dari bantuan Bapak Dr. Lorens yang senantiasa dengan metodenya yang tak langsung memberikan motivasi yang besar untuk menggali isi-isi literatur berbahasa Inggris. Motivasi yang demikian penting sekali, karena bagi bangsa ini penggalian ilmu lewat bahasa Inggris masih terasa elit hingga sekarang. Karena itu penerjemah sampaikan terima kasih banyak.
Naskah ini dimaksudkan selain sebagai pemenuhan tugas kuliah, tetapi penterjemah juga ingin berbagi-bagi informasi dan pengetahuan bersama rekan-rekan sekuliah yang mungkin karena kesibukannya tidak sempat membaca literatur wajib yang didiskusikan. Selain karena bahasanya Inggris, juga karena bukunya yang cukup tebal dan serius. Maka untuk meringankan beban, agar seluruh isi buku “Educational Administrative: Theory, Research and Practice”, karya Wayne K. Hoy dan Cecil Miskel, penerjemah mencoba menerjemahkan bagian “Summary” (Ringkasan) dan “Note” (Catatan) yang terdapat hampir pada setiap bab.
Memang tidak mungkin menguasai secara detail isi buku tersebut hanya dengan membaca naskah tipis ini. Tapi paling tidak bisa menguasai pokok-pokok persoalan dan garis besar-garis besar yang dibahas. Sudah tentu, termasuk pula sistematika pembahasan dan kerangka acuannya. Pengetahuan yang demikian sangat penting bagi kita yang hidup ditumpukan informasi.
Daftar pustaka yang ada di halaman-halaman terakhir naskah ini sebenarnya bukanlah daftar pustaka yang dipakai rujukan oleh buku asli, tetapi sekedar rujukan yang terdapat dalam “Notes” (Catatan). Ini penting untuk mengenal sumber pokok secara lebih lengkap. Apalagi dalam catatan memang tidak disebut, tapi cukup ditulis seperti layaknya membuat catatan kaki di sela-sela kalimat.
Tak ada harapan lain dari penulis kecuali manfaat naskah ini bisa menjadi amal jariyah yang bisa menjadi membekali penerjemah kelak dalam meniti hari akhirat. Ya, itu saja. Semuga Allah mengabulkan, amien
Al-Amien Prenduan, 14 Nopember 2001
Penerjemah
Syarqawi Dhofir
MEMBUAT KEPUTUSAN
DI DUNIA PENDIDIKAN
Oleh: Syarqawi Dhofir
(Disarikan dari Education Administration: Theory, Research and Practice, Karya Wayne K. Hoy dkk.)
Tugas memutuskan meliputi isi bagian dalam dari organisasi yang beradministrasi.......Sebuah teori yang umum tentang administrasi harus mengandung prinsip-prinsip organisasi yang dapat menjamin adanya pembuatan keputusan yang benar, seperti halnya ia juga harus mengandung prinsip-prinsip yang menjamin adanya aksi yang efektif.
Herbert A. Simon: Administrative Behavior)
Memahami tentang bagaimana membuat keputusan adalah penting bagi kesuksesan administrasi pendidikan. Ada empat strategi dasar yang layak mendapat perhatian dalam membuat keputusan manajerial yang bisa kita identifikasi dan jabarkan.
1.Model klasik: Optimizing strategy (Strategi Pengoptimalan): Teori membuat keputusan klasik berasumsi bahwa keputusan-keputusan itu harus lengkap dan rasional dengan cara menggunakan sebuah teori strategi pengoptimalan. Strategi ini dijalankan dengan cara mencari alternatif yang terbaik dan paling mungkin untuk memaksimakan pencapaian tujuan dan sasaran. Menurut model klasik ini proses membuat keputusan merupakan sebuah seri langkah-langkah yang berangkaian:
One. Mengidentifikasi problem,
Two. Merumuskan sasaran dan tujuan ,
Three. Mengumpulkan semua alternatif yang mungkin
Four. Mempertimbangkan rangkaian setiap alternatif.
Five. Mengevaluasi semua alternatif dalam kaitannya dengan tujuan dan sasaran.
Six. Memilih salah satu alternatif yang terbaik yang bisa memaksimalkan pencapaian tujuan dan sasran.
Seven. Menerapkan dan menilai keputusan yang diambil.
Strategi Pengoptimalan dari model klasik ini ditemukan tidak untuk digunakan oleh para administrator, karena ia mengasumsikan informasi yang benar, rasionalitas dan kapasitas manusia yang tidak didapat di dunia administrasi yang nyata. Walaupun membuat keputusan rasional secara lengkap itu mustahil, tetapi para administrator memerlukan sebuah proses sistematik untuk memelihara pilihan pemecahan yang memuaskan.
2.Model administratif: Satisficing Stategi (Strategi Pemuasan): Membuat keputusan rasional secara lengkap seperti model klasik di atas menurut model administratif adalah sesuatu mustahil. Tetapi para administrator memerlukan sebuah proses sistematik untuk memelihara pilihan pemecahan yang memuaskan. Atas dasar itu maka “strategi pemuasan” penting dalam membuat keputusan administratif. Membuat keputusan di sini adalah sebuah lingkaran kegiatan yang meliputi:
One. Mengenali dan mendefiniskan issu dan masalah,
Two. Menganalisis kesulitan menurut situasi yang ada
Three. Membangun kriteria sebuah pemecahan ulang yang tepat,
Four. Mengembangkan sebuah rencana atau strategi aksi yang meliputi menspesifikasi alternatif yang mungkin, memprediksi serangkaian kemungkinan untuk setiap alternatif, mempertimbangkan dan memilih sebuah aksi alternatif.
Five. Merumuskan rencana aksi.
Karena asumsinya tentang dunia adminitrasi melingkar itu, maka lingkaran kerja membuat keputusan itu mungkin saja masuk ke dalam tangga-tangga yang berbeda dan tangga-tangga datang berulang-ulang dalam proses administrasi. Pengenalan dan pendefinisian masalah adalah sebuah fase penting dalam lingkaran itu. Cara seorang admnistrator mengonsep sebuah masalah memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap pemecahan kejadian. Analisis terhadap kesulitan-kesulitan di dalam situasi yang ada menempatkan masalah itu dipikirkan menurut konteks sebuah organisasi tertentu dan memberikan jawaban-jawaban terhadap apa, di mana, mengapa, kapan, dan bagaimana. Dalam membuat kriteria keakuratan pemecahan kesulitan-kesulitan , para pembuat keputusan membandingkan antara “keharusan” dan “ kemauan” mereka.
Langkah sentral dari proses itu adalah mengembangkan sebuah rencana aksi yang menyangkut alternatif khusus yang diperlukan, meramal akibat-akibat dari semua kemungkinan, mempertimbangkan dan memilih alternatif-alternatif aksi. Langkah akhir dari lingkaran kerja adalah membuat rencana aksi, meliputi:
One. Pemrograman,
Two. Pengomunikasian,
Three. Pengawasan
Four. Penilaian.
Strategi pemuasan sangat cocok untuk menghubungkan banyak problem dalam administrasi pendidikan. Bagaimana pun, ketika satuan alternatif itu tidak bisa didefinisikan dan konsekwensi-konsekwensi dari setiap alternatif tidak bisa diramalkan, dalam kaitannya dengan penghargaan yang harus diberikan sesuai levelnya, maka dengan demikian strategi pe nambahan gaji nampaknya lebih tepat.
3.Model penambahan gaji: Strategy of Successive Limited Camparison (Strategi Pembandingan Kesuksesan Terbatas): Strategi penambahan gaji adalah sebuah proses yang meng gunakan metode pembandingan-pembandingan kesuksesan terbatas.; hanya sebuah satuan alternatif-alternatif yang terbatas, sesuai dengan situasi yang ada, yang dipertimbangkan. Cara mempertimbangkan yang diambil adalah memperbandingkan hasil-hasil kesuksesan mereka. Kesuksesan itu dibaca dalam seberapa besar pencapaian yang diperoleh memberikan kontribusi dalam sebuah rangkaian kerja. Ini berarti, teori ini berasumsikan bahwa perubahan-perubahan kecil tidak mungkin menghasil kan akibat-akibat yang luas bagi organisasi itu.
Secara singkat, “model penambahan gaji” yang menggunakan “Strategy of Successive Limited Camparison (Strategi Pemban dingan Kesuksesan Terbatas), agar lebih nampak perbedaannya dapat digambarkan secara kontras sebagai berikut:
One. Mengatur dan mengumpulkan alternatif selalu dilakukan secara silmultan, karena analisis tentang cara yang terakhir selalu dianggap kurang tepat.
Two. Keputusan-keputusan yang baik adalah keputusan-keputusan di mana para pembuat keputusan bisa menyetujui bagaimanapun sasarannya.
Three. Sejumlah alternatif dan hasil-hasil yang banyak dikurangi secara drastis, hanya dengan cara mempertimbangkan alternatif-alternatif yang bersesuaian dengan keadaan urusan saat itu.
Four. Analisis juga dibatasi hanya pada perbedaan-perbedaan antara “situasi yang ada” dengan “alternatif-alternatif yang direncanakan”
Five. Metode ini menjauhkan diri dari pemberian penambahan gaji terhadap kesuksesan yang tidak memberi kontrisbusi konkrit yang praktis terhadap rangkaian kerja.
Paham penambahan gaji, bagaimanapun bisa jadi sangat konservatif dan bunuh diri. Keputusan-keputusan penambahan gaji yang dibuat tanpa aturan-aturan yang jelas yang bersifat fundamental bisa menggiring kerja tanpa arah. Karena itu maka lahir “model peninjauan campuran” sebuah model yang mempersatukan yang terbaik dari dua model administratif klasik dan penambahan gaji.
3. Model Peninjauan Campuran: Adaptive Strategy (Startegi Penyesuaian): Peninjauan Campuran mempersatukan yang terbaik yang ada pada dua model: administratif dan penambahan gaji, seperti yang telah disebutkan di atas. Sebuah strategi pemuasan digunakan dengan mengkombinasikannya dengan model penambahan gaji dalam membuat keputusan. Startegi kombinatif itu diterapkan lewat kebijaksanaan yang luas. Peninjauan penuh ditempatkan kembali oleh peninjuan khusus, dan keputusan-keputusan sementara dibuat dengan cara penambahan gaji yang dilakukan melalui proses yang diarahkan oleh sebuah pengertian yang jernih tentang tujuan.
Model Garbage-can tentang membuat keputusan keorganisasian, dipakai untuk memahami bentuk keputusan dalam menghadapi situasi-situasi anarki yang terorganisir. Dalam model ini, keputusan tidak dimulai dari sebuah problem dan berakhir dengan sebuah pemecahan, tetapi organisasi-organisasi cukup dipandang sebagai satuan-satuan pilihan untuk mencari problem-problem, dan para administrator dipandang sebagai pilihan untuk kerja. Masalah, pemecahan, partisipan dan memilih kesempatan bergerak sebagai kejadian-kejadian bebas (independent events). Jika semua itu kacau maka beberapa problem terpecahkan, tetapi dalam proses keputusan yang amburadul (chaos) itu banyak problem tidak terpecahkan, dan tetap tertahan. Model tersebut menjelaskan bagaimana pemecahan-pemecahan bisa mungkin diusulkan pada masalah-masalah yang tidak ada, mengapa pilihan-pilihan yang tidak relevan dibuat, mengapa masalah-masalah tertahan, dan mengapa hanya sedikit sekali persoalan yang terpecahkan.
Tanpa memperhatikan strategi, membuat keputusan akan selalu mengakibatkan stres. Kondisi-kondisi yang ada dalam stres memiliki effek-effek yang tak menguntungkan pada kualitas pembuatan keputusan yang kita bicarakan. Ada lima mekanisme penanggulangan yang banyak disukai oleh para pembuat keputusan untuk digunakan dalam situasi-situasi yang stres,
Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa melibatkan bawahan dalam membuat keputusan itu tidak selalu mengun tungkan bagi administrator. Untuk membantu para administartor dalam menetapkan “dalam keadaan yang bagaimana para bawahan bisa dilibatkan dalam proses pembuatan keputusan” maka penulis sajikan dua model sebagai usulan:
One. Menggunakan tes relevansi dan keahlian sebagai sebuah panduan untuk pelibatan bawahan.
Two. Menggunakan dua satuan peraturan: peraturan tentang kualitas bawahan dan peraturan penerimaan keputusan untuk menetapkan bentuk dan jumlah partisipasi bawahan dalam pembuatan keputusam dalam situasi-situasi yang khusus. Dan terakhir, syarat-syarat yang dapat membantu pikiran kelompok hendaknya dianalisis, dan usulan-usulan hendaknya direncanakan untuk melindungi mereka.
Catatan:
1. Riset akhir-akhir ini menyatakan bahwa banyak administrator mengabaikan metode-metode normatif, hal tersebut ditulis oleh para sarjana pembuatan keputusan yang efektif dan kelangsungan dalam taktik keputusan yang meragukan. Lihat Nutt (1984)
2. Asumsi-asumsi dasar pada bagian berikut berasal dari Edward Litchfield (1956)
3. Apa yang telah diistilahkan dengan “pembuatan kebijakan” (policy making) di sektor negeri selalu dibicarakan di dalam judul “formulasi strategis” di sektor swasta. Misalnya, lihat Henry Mintzberg (1978) dan Johannes panning dan kawan-kawan (1985)
4. Bagaimanapun masalahnya menjadi lebih komplek, jika hal itu juga melibatkan integritas para siswa minoritas ke dalam sekolah-sekolah terpencil.
5. Etzioni (1967) melaporkan bahwa 50 artikel dan disertasi Ph.D telah menulis tentang “Peninjauan Campuran” ketika masih berbentuk artikel asli. Untuk sintesisnya, lihat Etzioni (1986).
6. Bagian ini menggambarkan banyak sekali karya Janis (1985) dan karya Janis dan Mann (1977).
7. Untuk sebuah peninjauan secara kritis dan menyeluruh mengenai partisipasi dalam pembuatan keputusan, lihat Hoy dan Sousa (1984)
8. Mengenai empat pertanyaan terakhir, Bridges menyajikan (1967) bersamaan dengan pembahasan tentang basis pengembangan pembuatan keputusan bersama di dalam dunia per-kepala sekolah-an. Analisis kita mengenai pembuatan keputusan bersama didasarkan pada hasil karya Bridges yang merupakan orang pertama yang menulis tentang hal tersebut.
9. Konsep tentang zona penerimaan adalah sama dengan apa yang ditawarkan oleh Barnard dengan istilah “Zone of indiference” (Zona pengabaian). Kami lebih menyukai label Ferbert Simon yang melindungi dari pengertian-pengertian negatif yang bisa diasosiasikan dengan “pengabaian” (indiference).
10. Riset yang sedikit sistematik telah dikerjakan dalam kaitannya dengan usaha mencocokkan persiapan-persiapan kelembagaan dengan situasi, dan karena itu usaha-usaha pencocokan yang diusulkan untuk memaksimalkan keefektifan menjadi sesuatu yang sangat spekulatif
11. Untuk sebuah analisis kritis terhadap model itu, lihat Field (1979)
0 komentar:
Posting Komentar