Bagi yang ingin berkonsultasi dengan penulis silahkan klik di sini

MENGEVALUASI KEEFEKTIFAN PENDIDIKAN

Minggu, 06 Februari 2011

Diterjemahkah 
Oleh Syarqawi Dhofir
Naufal Ramzi
Abusiri Sholehuddin
PENGANTAR

Bagaimana kita mengukur sebuah sekolah itu efektif, hingga kini bangsa kita  belum memiliki standar baku yang bisa dipakai. Berikut akan kami sajikan sebuah contoh cara menerapkan tiga metode yang paling tepat  pada data tentang sekolah-sekolah, dan sebuah pembahasan tentang penilaian sekolah efektif.

Walaupun pembahasan menyangkut sebuah dunia teknis ,  terminologi teknis sedapat mungkin tidak dibicarakan. Fokus perhatian adalah untuk memberikan sebuah tinjauan umum yang luas tentang isu-isu di sekitar masalah tersebut, tetapi dengan tanpa menyertakan detail-detail teknis mengenai metode-metode statistik yang rumit.

Metode statistik yang rumit itu telah dikembangkan untuk memisahkan pengaruh-pengaruh yang disebabkan oleh perbedaan-perbedaan  sejumlah murid yang masuk ke sekolah, dari  pengaruh-pengaruh  yang timbul karena penerapan-penerapan program sekolah itu sendiri.

MENGUKUR HASIL PENDIDIKAN SEKOLAH

Walaupun apa yang menjadi hasil-hasil pendidikan sekolah itu selalu nampak nyata,  tetapi ada sebuah jarak yang lebar dan cara pandang yang berbeda dari berbagai pandangan. Persoalannya adalah  konsep yang mana di antara pandangan-pandangan itu yang akan digunakan untuk menilai keefektifan  pendidikan sekolah.

Konsep keefekektifan  membuat perbandingan antara sekolah secara langsung atau dengan cara membuat kriteria yang berasal dari luar sekolah. Pertama, kita perlu membedakan antara:
-         hasil sekolah (outcomes of school)
-         dan hasil murid (outcomes of pupil).
Walaupun akan selalu sangat nampak paralel antara:
-         hasil yang diproduk oleh wilayah pengaruh sekolah (outcome of school domain ) pada diri murid, dengan
-         hasil yang diproduk oleh wilayah pengaruh murid itu sendiri (outcome of pupil domain),

tetapi seringkali lebih mudah untuk mendiskusikan isu-isu khusus dalam istilah-istilah yang satu  atau yang lain dari wilayah-wilayah pengaruh itu.  Misalnya, walaupun nilai rata-rata ujian siswa dari sekolah asal merupakan sebuah hasil sekolah, tetapi   secara langsung dikalkulasi dari nilai ujian murid murid dari sekolah yang menyelenggarakan ujian itu. Maksudnya, hasil-hasil murid (pupil outcomes), kebanyakan sekolah-asal rata-rata menggambarkan  range of distribution (deret penyebaran) nilai ujian murid perorangan dalam sekolah-sekolah itu, dengan menggunakan nilai rata-rata tersebut. 

Hal itu berguna untuk  membatasi  penggunaan istilah:
-         attainment” yaitu hasil–hasil yang menunjuk pada murid secara perorangan )
-         outcomes” yaitu hasil-hasil yang menunjuk pada sekolah secara kolektif,)
Juga perlu diperkenalkan dua istilah lainnya  yang yang selalu dipakai dalam mengukur keefektifan sekolah, yaitu:
-         schools” (sekolah) dan
-         pupils” (siswa).
Istilah-istilah tambahan dari latar belakang siswa:
-         characteristic”: Istilah ini  akan dipakai sebagai  istilah yang menjabarkan karakteristik  para siswa  yang dihasilkan oleh sekolah.
-         intakes” : Istilah ini  akan dipakai sebagai  istilah yang menjabarkan karakteristik  para siswa  yang masuk perorangan ke sekolah.
 Ada  dua istilah lagi yang selalu disadari, bila kita ingin mengetahui dan mengukur kemajuan dan kefektifan pendidikan yang diberikan oleh sebuah sekolah:
  1. Level sekolah.(tingkatan yang dicapai murid ketika murid telah menjalani program pendidikan di sekolah)
  2. Level murid (tingkatan yang dicapai murid ketika baru masuk sekolah)
  3. “school intakes” adalah  perimbangan level sekolah  atas karakteristik level murid pada titik masuknya murid  ke sekolah.
Secara ideal, semua karakteristik-status-awal dari murid-murid  yang  berhubungan dengan  hasil murid berikutnya  akan dihitung dalam menilai keefektifan sekolah.

Satuan yang lengkap dari karakteristik  level siswa  akan  menunjukkan  pada keseluruhan sebagai latar belakang karakteristik dari siswa yang masuk pada setiap sekolah. 

Bagian berikut -mengenai  penyelesaian  hasil sekolah  yang berkaitan dengan jumlah yang diterimanya-  akan membicarakan  dasar pemikiran penghitungan perbedaan dalam  jumlah yang diterima di semua sekolah.

Sebelum menilai perbedaan tingkat keefektifan antar sekolah, bagaimanapun, penting  untuk membicarakan  the range of outcomes” yang sangat menarik ini. 
MEMPERMASALAHKAN  UN SEBAGAI UKURAN
Nilai yang dicapai para siswa dalam ujian-ujian negara seringkali ditetapkan sebagai sebuah ukuran yang menyolok tentang kesuksesan  akademik sekolah dan siswa.  Anehnya, banyak orang tidak lagi mengindahkan  apakah setuju atau tidak  pada hasil ujian itu sebagai basis penilaian  keefektifan dan kemajuan sebuah sekolah, hasil-hasil ujian itu kemudian dipakai  untuk seleksi dan penyaluran  siswa pada kelanjutan pendidikan  dan  karier pekerjaannya. Keadaan demikian menunjukkan bahwa hasil ujian negara itu dianggap memiliki pengaruh pada kehidupan siswa ketika siswa itu telah tammat meninggalkan sekolah.
Sebagai perbandingan dan perenungan selanjutnya dalam memajukan sebuah sekolah, mari kita berkaca kepada apa yang terjadi di negara maju sebagai sampel. Di Inggris pada tahun 1990 an, sekitar ¾  dari seluruh siswa mengikuti ujian negara, sekurang-kurangnya satu bidang studi, sebelum mereka meninggalkan sekolah. Ujian negara ini ditarik dari dua sistem ujian:
-         The General  Certificate of Education (GCE), dan
-         Certificate of Secondary  Education (CSE) ,
Di Skotlandia yang memiliki sebuah sistem pendidikan yang berbeda, terdapat banyak homogenitas yang lebih besar, sebagian besar siswa mengikuti ujian untuk memperoleh Scottish Certificate of Education  (SCE), dan sebagian kecil mengikuti ujian yang ditawarkan Komisi Ujian Inggris GCE atau  CSE.
Struktur ujian negara ini telah diganti oleh sistem-sistem baru. Di Sekotlandia, The Standard Grade  menetapkan  sebuah sistem tiga tingkatan: ujian tingkat  dasar, umum dan kredit, sementara itu di Inggris dan Wales ujian CSE dan GCE diganti dengan General Certificate of Secondary Education (GCSE).

Poin pokok dari ini adalah bahwa ujian-ujian negara terus-menerus menetapkan  visi yang tinggi dan luas yang digunakan  sebagai frame work  untuk seleksi  memasuki jenjang pendidikan selanjutnya dan karier kerja. Tentu , situasinya lebih kompleks dari itu.  The Technical and Ocasional Training Initiative (TVEI) dan  The Substantial Amount of Education yang  berkedudukan sebagai sponsor dari The Youth Training Scheme menetapkan dua indikasi yaitu:

-         pengajaran akademik dan
-         keterampilan hidup dan kerja.

Lembaga itu sebelumnya menjadi pelindung tunggal sekolah, dan karenanya tidaklah dapat diisolasi dari lembaga-lembaga lain, hal ini tentu tidaklah sederhana ditinjau dari  perspektif akademik.

Selain itu, aneka macam filsafat pendidikan sekolah yang  ada di bawah Inggris harus dilihat dalam sebuah perspektif yang lebih luas. Sebuah laporan ILEA (Hargreaves, 1984) tentang pengembangan sekolah menengah telah mencatat  empat domain keterampilan siswa yang telah diamanatkan kepada sekolah-sekolah:

-         .Kemampuan mengekspresikan dan memperoleh pengetahuan (Knowledge acquisition/expression): kapasitas mengingat pengetahuan dalil, untuk memilih dari pengetahuan tertentu secara tepat dalam jawaban untuk sebuah soal yang khusus, dan untuk melakukan secara cepat tanpa merujuk ke sumber informasi.
-         Kemampuan menerapkan pengetahuan/dan meme cahkan masalah (Knowledge application /problem solving): Penerapan  pengetahuan itu dia rahkan secara lebih luas kepada praktek dari pada diarahkan pada tujuan-tujuan teoritik, dan diarah kan ke dalam bentuk  bicara lebih besar dari pada dalam bentuk tulisan.
-         Ketrampilan-ketrampilan  sosial dan personal (Per sonal and social skills): kemampuan berkomu nikasi dengan orang-orang lain  dalam hubungan tatap muka; kemampuan bekerja sama sebaik mungkin  secara perorangan dengan orang-orang lain dalam suatu kempok yang diminati; inisiatif, kepercayaan diri (self reliance) dan kemampuan bekerja sendirian tanpa pengawasan; dan kete rampilan kepemimpinan.
-         Motivasi dan tanggung jawab  (motivation and commitment): Keengganan untuk menerima kega galan tetapi tak berakibat destrktif.; kesiapan  untuk bertahan gigih; kepercayaan diri untuk mempelajari tugas yang sulit sekalipun.

Pelaksanaan ujian negara yang sudah dikembangkan sedemikian rupa itu masih didapati sejumlah kritik, antara lain:
1.      Empat domain kemampuan siswa itu baru dimanatkan kepada sekolah dan tidak diamanatkan kepada seluruh objek seperti  orang tua, siswa dan lembaga lain yang terkait
2.      Penerapnnya hanya terbatas   pada pembelajaran di sekolah.
3.      Basis penilaian terbatas pada hubungan  antara  keberhasilan yang diukur dari  performance siswa dalam ujian negara dan hasil  perjuangan sekolah untuk berprestasi.
4.      Domain pertama, perolehan pengetahuan, sangat mungkin terrefleksikan pada penampilan siswa dalam ujian. Seperti ujian-ujian: bidang ujian tulis (yang utama) dan ujian-ujian yang berada di bawah konidisi batas waktu yang ketat dengan persyaratan bahwa para siswa memiliki sedikit sumber-sumber tambahan kemampuan  yang tersedia pada mereka.
5.      Ujian-ujian itu lebih menekankan pada:
a.       pengetahuan dari pada keterampilan.
b.      kemampuan menghafal dari pada pemecahan masalah atau kemampuan-kemampuan investigasi,
c.       bentuk menulis dari pada bentuk bicara atau bentuk-bentuk komunikasi lainnya.
d.      kecepatan dari pada refleksi.
e.       prestasi yang dicapai  perorangan dari pada prestasi yang dicapai kelompok “ (Hargreaves, 1984, h. 2).

Sedangkan kritik terhadap pelaksanaan ujian negara yang dikhususkan menilai domain kedua (kemampuan menerapkan pengetahuan dan memecahkan masalah) dan domain ketiga dan keempat:

1.        Pelaksanaan ujiannya lebih sempit dari domain pertama.
2.        Penilaian terhadap domain ini secara  khas lebih banyak mengkonsumsi waktu dan selalu memenuhi ujian dengan latihan-latihan praktek.
3.        Sedangkan keahlian pada domain-domain ketiga dan keempat  tidak dinilai secara langsung oleh ujian-ujian negara, walaupun ujian-ujian itu secara tidak langsung menilai sepajang berkaitan dengan hasil pada dua domain pertama.

Jadi dalam penilaian keefektifan sekolah yang mendasarkan pada basis performance siswa dalam ujian-ujian negara, kita hanya menyentuh gambaran parsial  mengenai keadaan  bahwa sekolah-sekolah itu berubah dari satu ke lainnya hanya dalam soal istilah-istilah tentang hasil. Kecenderungan untuk mempertimbangkan bahwa yang diukur berfungsi sebagai penilaian yang objektif dari sekolah, menempatkan posisi lebih berbahaya karena  yang demikian berarti melakukan penyempitan  seluruh kriteria penilaian keefektifan sekolah. Dan karenanya  maka hal itu sangatlah penting.

Ada kritik lain dari Torrance (1986). Dia menampilkan sejumlah issu yang berkaitan dengan penggunaan pelaksanaan ujian sebagai sebuah basis penilaian sekolah. Keyakinan pada ketidaksetujuannya terhadap penggunaan ujian negara didasarkan pada tiga kritik: 

1.      Angka-angka ujian lebih banyak dirancang untuk memilah-milah siswa dari pada memilah-milah sekolah. Padahal penilaian sekolah secara langsung akan berkaitan dengan perkembangan sekolah di masa yang akan datang
2.      Angka-angka ujian dan ukuran-ukuran tentang karakteristik latar belakang siswa tidak dapat dipercaya  Padahal informasi yang kurang tepat akan menjual kejujuran secara cepat
3.      Ukuran-ukuran pelaksanaan   ujian  dan karakteristik latar belakang siswa tidak akan terukur dengan keakuratan maksimum yang bisa dilakukan.

Sungguhpun ada kritik semacam itu, tentu saja, bagaimanapun, hal itu tidak berarti bahwa ujian-ujian itu tidak benar menurut konteks ini.  Sungguhpun tanda-tanda ujian yang terindikasi lebih dahulu menunjukkan  bahwa tidak dapat mengukur semua aspek  keberhasilan siswa, tetapi  tanda-tanda itu  secara relatif  akurat dapat saja mengukur keberhasilan siswa dalam hal domain pertama yang baru dibicarakan di atas.  Yang demikian didukung oleh kenyataan yang disimpulkan dari hasil  penelitian yang diungkap oleh Torrance menunjukkan bahwa  indikasi-indikasi    yang diberikan,  secara relatif dapat dipercaya (reliabel), dan bukan ditolak sama sekali.
Ketidaksetujuan  utama Torrance terletak pada usaha-usa ha  penyamaan dan pembandingan pengaruh yang diberla kukan untuk semua daerah ujian dan untuk semua waktu.  Dalam hal ini dia benar bahwa problem terbesar   ada pada masalah tersebut, dan hal itu menunjukkan bahwa peneli tian-penelitian keefektifan sekolah  butuh mencermati dae rah-daerah pelaksanaan ujian dalam keadaan bagaimana siswa mengikutinya atau menganalisa data para siswa  di seluruh daerah-daerah pelaksanaan ujian. 

Sekali lagi, telah maklum bahwa karakteristik  yang menjadi latar belakang siswa sangat kurang memadai, tetapi bila karakteristik itu dikumpulkan dengan lebih teliti maka ukuran-ukuran itu akan menjadi bisa lebih dipercaya.

Dalam istilah-istilah  jargon yang digunakan dalam literatur, ujian-ujian negara itu dianggap “kurikulum berbahaya” . Tentu saja istilah ini tidaklah  tepat, tetapi  dalam batas-batas yang tinggi mungkin demikian.  Gambaran ujian-ujian yang demikian ini akan  lebih  dipertinggi lagi oleh  The introduction of criterion-referenced examinations” (Pengenalan Ujian-ujian yang Merujuk pada Kriteria)  dari pada “The present  norm-refrenced examinations” (Ujian-ujian yang Merujuk pada Norma yang Berlaku).

-         Pada Criterion Referenced Examinations nilai-nilai diberikan atas dasar beberapa kriteria yang didefinisikan ulang  mengenai apa yang disebut sebuah jawaban yang benar,
-         sementara dalam norm referenced examinations nilai-nilai ditentukan  oleh kecerdasan jawaban-jawaban siswa dibanding dengan jawaban-jawaban para siswa yang lain. 

Di bawah sistem Criterion referenced tidak ada kuota pembatasan awal tentang jumlah siswa yang bisa lulus pada setiap level,: mereka bisa, misalnya, mendapat nilai  90 % atau  bahkan di atasnya. Dalam sistem norm-referenced, di satu sisi, para penguji memiliki proporsi prosentase siapa di antara mereka yang dikelompokkan akan lulus dalam ujian, misalnya 50 %.

 The Standard Grade” (Tingkat Kualitas Standar)  yang diperkenalkan sebagai pengganti ujian berstandar  Ordinary Grade” (Tingkat Kualitas Biasa)  di Skotlandia  mula-mula dibangun  di dalam bingkai kerja   Criterion referenced, walaupun berbagai penekanan telah mengurangi kesetiaannya pada cita-cita Criterion Referenced itu sendiri.

Kritik bahwa nilai-nilai ujian  bisa menjadi kurang relevan terhadap evaluasi sekolah terpaku pada asumsi yang salah  bahwa nilai-nilai itu adalah elemen satu-satunya  atau selalu yang utama dalam banyak evaluasi yang demikian. 

Hal itu juga menimbulkan issu  kepada siapa evaluasi-avaluasi yang demikian  ditujukan dan untuk tujuan apa evaluasi  itu dilaksanakan.  Tidak ada satu strategi evaluasi tunggal   yang bisa berguna secara tepat  untuk semua tuju an.  Jadi penting sekali adanya  pembatasan tujuan  karena boleh jadi seseorang hanya ingin sekali menilai perbedaan antar sekolah  yang  berkenaan  dengan  ujian performance para siswanya. Jelasnya, penelitian keefektifan sekolah  memiliki aturan main yang terbatas  dalam memerankan  pola penilaian staf, dan boleh jadi  tidak merupakan aturan yang langsung menyentuh pola pengembangan staf.

Program-program pengembangan sekolah yang sukses di Amerika  Serikat bagaimanapun mengandung  sebuah atu ran pokok mengenai pengawasan dan penilaian hasil. Program-program itu telah digunakan untuk memperoleh informasi  mengenai kemajuan akademik  dari aneka ragam tipe siswa  secara perorangan dalam sekolah dan umpan balik dari keefektifan strategi-strategi pengembangan khusus. Dalam konteks ini penilaian-penilaian yang demikian  tidak diharapkan untuk mengha silkan  sebuah  perkiraan sederhana  atau indeks tentang keefektifan, tetapi diharapkan untuk memproduk indikator pengaruh praktek-praktek khusus terhadap peringkat hasil (range of outcome).

Semua itu akan menjadi fakta-fakta  dalam pembicaraan berikut, bahwa idea tentang indeks unidimensional tunggal  yang berkaitan dengan keefektifan  tidak dapat dipertahankan, karena  sekolah-sekolah  hampir semuanya memiliki keefektifan yang berbeda untuk tipe-tipe siswa yang berbeda.
Ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam menilai keefektifan sekolah:

1.      Perimbangan antara perbedaan antar sekolah perbedaan antar sektor-sektor sekolah
2.      Perimbangan antara perbedaan antar sektor-sektor sekolah perubahan-perubahan nilai siswa di sepanjang waktu.
3.      Perimbangan antara perubahan-perubahan nilai siswa di sepanjang waktu. Dan  perbedaan dalam sistem karena terdesak oleh keadaan-keadaan

Sudahkah UN kita memperhatikan hal-hal semacam itu, sesuatu yang seharusnya dapat dilakukan.

PENGGUNAAN KEEFEKTIFAN SEKOLAH

Luas kegunaan-kegunaan studi keefektifan  pendidikan sekolah  sekarang telah menjadi tak terbatas. Namun demikian hingga kini masih tetap ada sekumpulan issu teknis  yang harus  diajukan  sebelum penelitian yang demikian  bisa dilaksanakan.

Secara ideal, perbedaan dalam keefektifan antar sekolah, setelah penyesuaian  karakteristik yang menjadi latar belakang jumlah siswa yang diterima, akan bisa diterangkan  oleh perbedaan proses-proses sekolah, ilmu pendidikan  dan lain-lain.  Bagaimana pun satuan-satuan data  yang mengandung informasi tingkatan siswa yang diperlukan tentang latar belakang dan hasil-hasil yang dicapai, tidak mengandung ukuran-ukuran yang diper lukan  untuk mengukur karakteristik-karateristik yang res ponsip untuk memproduk perbedaan-perbedaan keefek tifan antar sekolah. Kadang-kadang, hanya studi-studi yang direncanakan secara khusus  untuk tugas itu, seperti The Rutter Study (Rutter et al., 1979) dan Inner  London Junior School Project (Mortimore et al., 1988)  yang mengandung dua informasi tentang  karakteristik-karakteristik jumlah siswa yang diterima dan karakteristik-karakteristik sekolah.

Bagaimanapun, ada  satuan-satuan variasi data yang tersedia yang mengandung dua hal:

1.      Informasi  hasil dan latar belakang siswa yang memberi kan sebuah basis  untuk mengestimasi  variasi itu dalam hasil sekolah setelah  penyesuaiannya dengan  jumlah murid yang diterima.
2.      Estimasi-estimasi  yang diajukan berikut didasarkan pada data tentang  semua sekolah- menengah Skotlandia  yang tersedia dalam Arsif Data Pendidikan Pendidikan Skotlandia, Scottish Educational Data Archive (SEDIA). Willms dan Cuttance (1985) sejak awal telah mengestimasi  keefektifan sebuah sub-himpunan  dari dua puluh satu  sekolah  dalam satu otoritas lokal Skotlandia, dan Gray (1986) telah menganalisa  data yang serupa tentang empat puluh satu sekolah yang digambarkan dari  dua otoritas lokal Inggris.
MENILAI KEFEKTIFAN

Dalam pembahasan bagian ini,   tiga model keefektifan  yang yang terdapat dalam literatur akan diperbandingkan.  Hanya satu dari tiga model itu yang telah menunjukkan estimasi yang valid dan benar tentang keefektifan setelah menghitung jumlah siswa yang diterima oleh sekolah. Tiga model  dinaksud seperti 

1.      The Standards Model
2.      The School-level Intake Adjusted Model
3.      ThePupil-level Intake adjusted Model


THE STANDARDS MODEL

The Satndards Model  (Gray dan Hannon, 1986) adalah
1.      Model tabel dari persekutuan dasar yang sering terdapat di surat kabar.
2.      Model  yang terdapat  di laporan  hasil-hasil ujian  sekolah yang ditentukan wajib oleh Undang-undang Pendidikan sebelum tahun  1980. 
3.      Model ini berkenaan dengan  performance siswa yang berlawanan dengan  beberapa norma atau standar eksternal, kadang-kadang berkenaan dengan penampilan rata-rata seluruh siswa yang ada dalam sistem itu.
4.      Penilaian terhadap performnace sekolah secara sendiri-sendiri atau  per-sektor ( misalnya perwilayah sekolah)  dilakukan dengan cara membandingkan  penam pilan rata-rata para siswa  di sebuah sekolah asal. 
5.      Penampilan sekolah dinilai  atas dasar demokratis dan ditaruk secara kontinum, dari performance level terendah hingga level tertinggi.  Yang ada di atas garis tengah disebut memiliki performan di atas rata-rata, dan yang ada di bawah garis tengah itu adalah penampilan yang bernilai kurang dari rata-rata.

Model ini secara fundamental dikritik karena:

1.        Tidak memadai sebagai sebuah alat penilaian keefektifan sekolah, karena kegagalannya dalam menjumlah karakter-karakter jumlah siswa yang diterima  di sekolah (Golstein dan Cuttance, 1988).
2.        Tidak mampu mengindikasi keefektifan sekolah yang berkenaan dengan perolehan-perolehan yang dibuat oleh siswa.  Agar supaya bisa menilai  tingkat perolehan-perolehan  yang dibuat oleh siswa pada setiap sekolah maka perlu  mengontrol  karakteristik-karakteristik  latar belakang  dan nilai  utama  para siswa mulai sejak awal masuknya mereka ke sekolah.

Bagaimanapun, kebanyakan alat-alat ukur  prestasi yang cocok dengan titik awal masuknya  ke berbagai tingkat pendidikan sekolah sering kali juga tidak cocok  dengan tingkat di mana para siswa keluar dari tingkat pendidikan sekolah itu.  Sebuah alat ukur  yang menangkap secara memadai  perbedaan keterampilan dan pengetahuan di sepanjang deretan para siswa, katakan masuknya ke pendidikan sekolah menengah,  juga nampaknya tidak akan bisa menangkap secara memadai  baik seluruh deret (full range)  atau satu level  keterampilan dan pengetahuan  yang dicapai  pada waktu siswa itu meninggalkan pendidikan sekolah menengah.  Hal ini karena tipe-tipe pengetahuan dan keterampilan  yang  memberikan ciri-ciri khas (karakter) kepada para siswa  pada aneka macam tingkatan pendidikan sekolah, tidak dapat secara mendesak diperlihatkan sebagai kumulatif (kumpulan) dalam sebuah struktur belajar yang berbentuk  hirarkis linear. 

Jadi ini nampaknya , satu ukuran tunggal  yang cocok dengan masuknya ke beberapa tingkat pendidikan sekolah juga sensitif pada kurikulum khusus  di mana siswa itu telah menjadi terbuka  selama masa belajar di tingkat sekolah itu.

Untuk alasan itu, plus pertimbangan praktis, maka informasi utama mengenai hasil itu jarang tersedia untuk mengawinkan dengan data tentang hasil  siswa dibanding teman-teman se-almamater yang keluar dari masing-amsing tingkatan pendidikan sekolah. Hal itu penting sekali untuk mengadopsi  sebuah penyelesaian terbaik kedua bagi masalah  penyesuian perbedaan yang terdapat dalam nilai utama para siswa  pada waktu masuknya mereka ke setiap tingkatan pendidikan sekolah.
Penyelesaian yang diambil pada umumnya menggunakan ukuran ciri khas keahlian siswa yang telah diketahui  untuk diasosiasikan dengan hasil yang dicapai, misalnya kelas sosial siswa dengan pendidikan orang tua, dan dimana tersedia untuk memasukkan ukuran-ukuran hasil utama  siswa  dalam bidang-bidang kurikulum yang se-rumpun (cognate curriculum areas) untuk mengontrol  hasil yang dicapai dan alat-alat ukur  hasil yang dicapai yang ada sekarang  yang pada umumnya disekor  di atas metrik yang berbeda, perbedaan antar  dua siswa akan diajukan lebih sebagai sebuah indikasi kemajuan diban ding diajukan sebagai  perolehan-perolehan tambahan sis wa. 

Estimasi-estimasi  mengenai keefektifan sekolah yang didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan itu semuanya akan diajukan  sebagai estimasi–estimasi mengenai  intake-adjusted. (karakteristik  para siswa  yang masuk perorangan ke sekolah yang telah disesuaikan). Estimasi-estimasi mengenai perbedaan hasil sekolah  yang telah dikemukakan baru-baru ini didasarkan atas sebuah model  yang berisi ukuran-ukuran untuk mengontrol  karakteristik sosial  siswa yang terdapat dalam  school intakes  (jumlah karakteristik  siswa yang diterima), tetapi bukan untuk dipakai menilai nilai-nilai dan prestasi-prestasi  utama yang dicapai oleh para siswa (prior attainments of pupils). Agar supaya memberi tekanan pada kualifikasi-kualifikasi  yang  harus berhubungan dengan estimasi-estimasi itu, mengingat estimasi-setimasi itu hanya didasarkan pada sebuah model yang tidak me ngandung kontrol terhadap nilai utama, maka  estimasi-estimasi itu akan diajukan  lebih sebagai penyederhanaan  intake adjusted school outcomes (hasil sekolah yang disesuaikan dengan jumlah siswa yang diterima) diban ding  sebagai estimasi-estimasi  mengenai keefektifan se kolah.

SCHOOL-LEVEL INTAKE-ADJUSTED MODELS

Model ini bercirikan:

1.      Menilai keefektifan sekolah  atas dasar  level siswa, lebih dari sekedar  level sekolah,
2.      Keefektifan sekolah secara individu telah diukur  dengan tingkatan ke tingkatan performance di mana sekolah-sekolah berada, rendah atau tinggi, setelah melakukan penyelesaian komposisi sosial rata-rata dan komposisi nilai utama dari jumlah siswanya  yang diterima (pupil inteke) 
3.      Komposisi pupils outcome  dan intake  menetapkan prediksi terbaik dari performance sekolah pada setiap level  komposisi jumlah siswa yang diterima.

Perbandingan antara: The School-level Standards dan  Intake-adjusted Model  tentang keefektifan  bisa mengarah pada kesimpulan-kesimpulan yang bertentangan mengenai keefektifan sekolah secara individual.  Sekolah-sekolah di atas garis  pusat berpenampilan  di atas rata-rata nasional, walaupun dikatakan berada di atas rata-rata  menurut The Standards Model, tetapi dalam bidang yang gelap hingga ke samping kanan garis lurus vertikal menampilkan harapan yang rendah dalam konteks The Intake-adjusted model,  dikalahkan oleh komposisi rata-rata intake mereka yang di atas.  Secara sama, sekolah-sekolah di bawah garis pusat semuanya menampilkan rata-rata nasional yang rendah dalam konteks The Standards Model, tetapi  menampilkan harapan yang tinggi (above expectation)  dalam konteks The Intake-adjusted Model. Jika  sekolah-sekolah itu jatuh ke dalam bidang gelap, maka ia dikalahkan oleh intakes sekolah tersebut.

Gambar Diagram    Standards Model yang dilapiskan  di atas
School-level Intake- ajusted Model


Dua model  yang menetapkan konklusi
yang bertentangan mengenai keefektifan
sekolah  dalam bidang gelap                                                                                                      Harapan tinggi menurut
                                                                                                                                                                                                                                                                                 Intake-adjusted Model
 


Rata-rata nasional yang tinggi
Menurut Standards Model


 



                                                                                                                                                                                                                                                                                                Harapan rendah menurut
                                                                                                                                                                                                                                                                Intake-adjusted Model
Rata-rata nasional yang rendah
Menurut Standards Model

Ada beberapa alasan untuk menolak dua model di atas:

1.      Secara nyata, sebuah kegagalan untuk menyesuaikan  ukuran-ukuran keefektifan sekolah dengan karakteristik para siswa  dan pada saat yang sama menyesuaikan intakesnya dengan sekolah,  menjadikannya tidak valid sebagai ukuran  tentang nilai yang ditambahkan oleh  seko lah yang bersangkutan, dan oleh karena  itu  kontradiksi-kontradiksi kesimpulan seperti yang telah ditunjuk  dalam diagram di atas mengajak kita untuk mencari model yang lain.
2.      Sebuah model yang tidak cocok (seperti  The Standards Model) mengenai keefektifan sekolah menetapkan kepada kita sebuah estimasi tentang level absolut dari nilai rata-rata para siwa dalam sebuah sekolah, tetapi itu tidak menunjukkan  luas kemajuan siswa pada setiap sekolah.  Level absolut dari kinerja ini adalah produk  banyak faktor non sekolah yang ditambahkan menjadi faktor-faktor sekolah.  Secara khusus ia bergantung secara krusial pada  level nilai utama para siswa dan pada saat itu  juga ia menggantungkan intake pada sekolah, dan karena itu maka  tidak tepat  untuk menganggapnya sebagai sebuah ukuran langsung  keefektifan setiap sekolah.


PUPIL-LEVEL INTAKE-ADJUSTED MODELS

Jadi sejauh ini pembicaraan masih dalam konteks performance rata rata  para siswa  pada setiap sekolah, tetapi karena ada korelasi antara  karakteristik siswa yang berasal dari faktor:

1.      Keturunan (asribed pupil characteristics)
2.      Perolehan nilai siswa secara individual.

maka para siswa yang karakteristik background berbeda  dalam sebuah sekolah akan memiliki level perolehan nilai yang  berbeda. Level perolehan nilai para siswa  yang memiliki nilai utama yang tinggi  kadang-kadang  didapati lebih tinggi dari perolehan nilai para siswa yang berada pada level perolehan nilai yang lebih rendah. Oleh karena itu, nampaknya  ada  derajat turun naik  dalam performance di sepanjang rangkaian perolehan nilai utama dalam sekolah, di samping keberadaan  pembedaan kompoisisi intake antar sekolah. Demikian pula  ada sebuah derajat turun naik yang dihubungkan  dengan latar belakang sosial siswa di sekolah.

Dua istilah teknis,  equity (persamaan) dan quality (mutu) diperkenalkan untuk menggambarkan dimensi-dimensi keefektifan. Gambar diagram di bawah ini  menunjukkan hubungan antara latar belakang siswa dan nilai perolehan siswa pada empat sekolah  yang dihipotesa. Semua siswa pada sekolah A dan B tampil pada level-level yang lebih tinggi dari pada para siswa yang ada di sekolah C dan D, untuk semua level perolehan nilai utama para siswa. Jadi, tanpa memperdulikan apakah para siswa  memiliki perolehan nilai  utama  yang lebih tinggi atau yang lebih rendah, [1] mereka akan tampil  lebih baik di sekolah A dan B dari pada di sekolah-sekolah C dan D. Ini  mempresentasikan dimensi kualitas sekolah (dimention of school quality)  dan menurut istilah-istilah teknis dapat dimodel  sebagai  intercept  (penahan)  dalam regression equation (persamaan regresi) pada setiap sekolah.

Dalam setiap dari empat sekolah pada gambar diagram berikut ada sebuah derajat turun naik (gradient) yang menggambarkan  perbedaan performance antar siswa yang memiliki  perolehan nilai utama yang lebih rendah dan yang lebih tinggi. Gradient ini akan diajukan sebagai  Equity differential (Sifat perbedaan dalam kesamaan) dalam setiap sekolah, dan ia dimodel  sebagai tempat landai (slope) garis regresi  pada setiap sekolah. Untuk keperluan analisa, sekolah-sekolah yang berada di tempat sangat miring (steep slope) dapat menunjukkan sebagai  equalizing (penyamaan), karena dalam perbandingan dengan sekolah-sekolah  yang lain, sekolah-sekolah itu menaikan perolehan nilai para siswa yang memiliki perolehan nilai utama yang lebih tinggi  ke yang lebih tinggi dari pada mereka yang memiliki perolehan nilai utama yang lebih rendah. Dan sekolah yang  berada di flatter slope (tempat miring yang lebih tinggi)  menunjukkan sebagai equalizing (penyamaan), karena sekolah ini meninggikan perolehan nilai siswa yang memiliki perolehan nilai yang lebih rendah dibanding dengan mereka yang memiliki perolehan nilai utama yang lebih tinggi, lebih dari sekolah-sekolah lainnya.  Ini tidak dimaksudkan bahwa para siswa yang berasal  dari perolehan nilai utama yang lebih,  tampil lebih bagus dari pada siswa yang berasal  dari perolehan nilai utama yang lebih tinggi dalam penyamaan sekolah, hanya ingin menunjukkan bahwa ada sedikit perbedaan  antar dua kelompok  itu pada sekolah-sekolah yang telah disebutkan.

Gambar Perolehan                                                                                                                                                  Gambar Kualitas Sekolah dg
Nilai Siswa pada Empat                           Matrik Equity dari Empat
Sekolah                                         Sekolah
               

B
Kualitas
tinggi dan menyamakan
 

A
Kualitas tinggi dan tidak menyamakan
 
a                                                  b           persamaan (equity)
                                                  
 Sekolah A
                                                  
                                                            Sekolah B
                                  

D
Kualitas
 rendah dan menyamakan
 

C
Kualitas rendah dan  tidak menyamakan
 
                                                                                k                                              
 Sekolah C   u
                                                                                a
                                                                                 Sekolah D   l
                                                                                i
                                                                                            t
                                                                               a
Siswa                             siswa       siswa                         s
                        lemah      rata-rata    unggul
 
Istilah-istilah “advantage” (unggul) dan “disadvantage” (lemah)  yang bersifat sosial  sekarang diperkenalkan untuk menunjukkan  para siswa yang memiliki nilai utama  tinggi dan rendah, dan berikutnya siswa rata-rata secara national. Pada gambar diagram kiri garis-garis regresi untuk sekolah A dan B  berpotongan, menunjukkan  bahwa para siswa pada seluruh level perolehan nilai utama  tidak menampilkan lebih baik  di sekolah A dari pada di sekolah B, dan sebaliknya. Siswa dengan level-level lebih tinggi dalam perolehan nilai utama tampil lebih baik di sekolah A. Performance siswa  yang diharapkan yang diberi perolehan nilai utama bergantung pada  dua  hal: “quality”  (intercept, penahan))  dan  “equity” (slope, tempat miring) untuk masing-masing sekolah.  Dari analisa dimensional keefektifan sekolah seperti ini memungkinkan untuk mengklasifikasi keefektifan setiap sekolah  dalam sebuah kotak silang dua, satu berisi dimensi “quality” dan satu lagi berisi dimensi “equity”, sebagaimana terdapat pada gambar sebelah kanan. Jelas kami ingin sekali bergerak ke arah sebuah sistem yang  di mana seluruh sekolah memiliki performance  di atas dimensi kualitas. Bagaimanapun, apakah sekolah-sekolah  equalizing” (penyamaan) atau “disequalizing” (bukan penyamaan) yang ditunjuk  akan bergantung  penilaian dan keputusan masyarakat  tentang tingkatan perbedaan dalam menampilkan kesesuaian yang dipertimbangkan  antar siswa dalam level-level yang berbeda  mengenai perolehan nilai awal.

Model kumpulan level sekolah dari bagian pertama gagal menangkap perbedaan dalam sekolah  yang dipresentasikan oleh sifat perbedaan kesamaan (equity) dalam model “present pupil-level”. Sebenarnya,  apa yang sama  untuk memaksakan perbedaan persamaannya akan menjadi sama dalam semua sekolah. Hal ini akan dipresentasikan ulang oleh garis-garis paralel bagi empat sekolah dalam gambar gambar kiri. Jika demikian, perbedaan perolehan nilai  bagi beberapa pasangan sekolah akan secara konstan berlaku untuk semua tipe siswa.  Ada fakta bahwa perbedaan kesamaan  berbeda di semua sekolah (Cuttance, 1988a; Raudenbush and Bryk, 1986), jadi,  Model Kumpulan Level Sekolah (the School-Level Aggregate Model)  nampaknya mengajukan  estimasi yang salah  mengenai perbedaan antar sekolah. Memaksakan perbedaan persamaan  untuk menjadi sama  pada semua sekolah  secara salah berimplikasi memberi kemungkinan untuk mengikhtisarkan keefektifan sekolah  bagi tipe-tipe siswa  atas dasar sebuah hasil yang diberikan  sebagai skor di atas sebuah indeks unidimensional tunggal  (singgle unidimensional index).

Bagian awal telah menunjukkan bahwa the Standards Model  tidak cocok untuk menilai perbedaan-perbedaan kefeektifan antar sekolah, karena ia gagal untuk memperhatikan: dari  perbedaan intakes hingga perbedaan sekolah. Sebab dari itu adalah karena  the School Level Adjusted Model telah mampu menunjukkan kontradiksi  kesimpulannya  yang digambarkan dari  the Standards Model. Seperti telah ditunjukkan di atas, the School Level Adjusted Model juga gagal secara serius  karena tidak menyertakan  sifat perbedaan persamaan (equity differential)  untuk membedakan seluruh sekolah. Sebagai gantinya, ia memaksakan  tempat miring yang sama (same slope)  untuk hubungan  antara karakteristik latar belakang siswa  dan perolehan nilai  pada data untuk setiap sekolah.  Hanya satu dari tiga model yang dipertimbangkan di sini untuk memperoleh sebuah pendekatan yang valid  dalam mengestimasi kemajuan siswa  yang dihubungkan dengan sekolah  yang telah dipertimbangkan,  yaitu  model “the Pupil-level  Intake Adjusted Model”. Model ini mampu menyesuaikan perbedaan-perbedaan antar sekolah  dalam kaitannya dengan karakteristik siswa hingga perolehan nilainya. Hanya penelitian-penelitian Inggris yang telah menggunakan model ini untuk menilai variasi keefektifan antar sekolah, yaitu Aitkin dan Longford (1986) dan Gray (1986, Mortimore (1988) dan Willms dan Cuttance (1985). Penelitian yang dilakukan oleh  Marks dan Pomian-Srzednicki (1985), Marks (1983) Gray dan Jesson (1987) tentang perbedaan hasil antar  LEA yang menggunakan the school adjusted model yang telah disebut di atas bahwa tidak efisien, tetapi penelitian-penelitian mengenai perbedaan-perbedaan  otoritas lokal  dilaporkan oleh Wilms (1987) dan oleh Cuttance (1988) keduanya didasarkan pada the pupil-level adjusted model.
Kekurangan-kekurangan the standards model  dan the school-level adjusted model membawa pada analisis-analisis  yang mengarahkan estimasi variasi antar perbedaan sekolah ke berbagai sektor. Variasi antar sekolah bisa menjadi pemikiran mengenai,  seperti model sektor sederhana  dengan semua sekolah yang memiliki satu sektor, sementara   penetapan sekolah-sekolah pada LEA mereka adalah   sebuah pensektoran  sistem yang didasarkan pada struktur administratif sistem sekolah. Kriteria lain untuk membagi sistem ke berbagai sektor  kepentingan khusus telah memasukkan  sektor-sektor pilihan versus sektor-sektor komprehensif (Steedman, 1980, 1983; Gray, 1983; McPherson dan Willms, 1987), Sekolah Katolik versus sekolah-sekolah sekuler dan sektor-sektor  yang didasarkan pada periode di mana sekolah-sekolah itu ditetapkan, pilihan sekolah  dan tipe-tipe  komunitas yang telah mereka hidangkan (Cuttance 1988b) dan sekolah pemerintah versus sekolah-sekolah swasta (Coleman 1983; Colman dan Hoffer, 1987).

Analisis-analisis yang  dikemukakan berikut mengilustrasikan  penggunaan the pupil–level adjusted outcome model pada pengestimasian perbedaan keefektifan antar sekolah, dan penggunaan pengklasifikasian  sistem pada sektor-sektor  yang mengurai secara berkaitan  tingkatan pilihan-pilihan sekolah dan tipe-tipe komunitas yang mereka sediakan.

KESIMPULAN

Untuk menilai sebuah sekolah efektif atau tidak, unggul atau tidak, maju atau tidak maka diperlukan:
1.      Data perbedaan hasil (outcome)  antar sekolah dan antar sektor sekolah. 
2.      Data tentang kemajuan  yang melintasi sistem  dari setiap teman seangkatan yang masuk.
3.      Data tentang faktor-faktor khusus yang berpengaruh  sebagian periode  yang berbeda-beda dari tahun ke tahun,
4.      Data tentang faktor-faktor sistem  yang diberikan sepanjang periode yang mungkin saja ada perbedaan dalam penerapannya.
5.      Data yang berupa nilai prestasi akademik
6.      Data tentang karakteristik sosio-ekonomis  keluarga siswa yang meliputi:. ukuran status sosio-ekonomis, level nilai pendidikan ibu siswa,  dan jumlah anak dalam keluarga.
7.      Data hasil analisis mengenai tipe-tipe sekolah yang bisa dipergunakan untuk membagi sistem sekolah ke berbagai sektor. Sebagai contoh analisis yang disajikan berikut mengklasifikasi sekolah sesuai tingkat selektivitas menurut  jumlah siswa yang masuk ke sekolah dan menurut tipe masyarakat yang mereka layani.
8.      Data perbedaan jumlah siswa untuk setiap sekolah, yang demikian mempengaruhi nilai level siswa secara perorangan.
9.      Mempertimbangkan sistem yang dipakai oleh sekolah, misalnya:
a.       Sekolah menengah umum dengan masa studi enam  tahun dengan jumlah siswa yang masuk tanpa disaring.
b.      Sekolah menengah umum dengan masa studi enam tahun dan  memiliki sejumlah siswa yang masuk dengan melalui seleksi
c.       Sekolah menengah umum dengan masa studi enam tahun dan memiliki sejumlah siswa yang masuk tanpa seleksi, tetapi telah melalui satu, dua, tiga atau empat tahun sekolah sebelumnya.
d.      Sekolah menengah umum dengan masa studi enam tahun dan memiliki sejumlah siswa yang masuk melalui seleksi, tetapi telah melalui satu, dua, tiga atau empat tahun sekolah yang  dilalui sebelumnya.
e.       Sekolah menengah umum yang menerima setelah melalui saringan dari ujian negara dan lembaga-lembaga indepemnden.
f.        Sekolah pembantu  berupa kursus singkat
g.       Sekolah menengah umum dengan masa studi enam tahun yang menggunakan ujian seleksi penerimaan  atau transfer dari sekolah pembantu berupa kursus singkat pada akhir tahun ke dua atau keempat dari masa belajar di sekolah menengah
h.       Sekolah-sekolah lain. Ia merupakan kelompok sekolah kecil yang tidak bisa dikelompokkan berdasarkan kriteria di atas.
10.  Data hasil analisis mengenai tipologi sekolah yang harus dibedakan antara tiopologi yang satu dengan lainnya, misalnya:
a.       Daerah pedesaan,
b.      Kota kecil baru,
c.       Kota kabupaten kecil,
d.      Kota kabupaten besar dan
e.       Penduduk kota besar (Cuttance, 1988b)


 NB: Dipresentasikan Pada Seminar Pendidikan Disampang pada, tanggal 1 september 2005

















 



















 










                                                                                                                                               











 


[1] Van der Wolf, J.C. (1984) Schooluitval: een Empirisch OnderZoaek Naar de Samenhang Tussen Schoolinterne Factoren en Schooiuitval in Het Regulier Onderwijs, Lisse: Swets & Zeitlinger

Artikel Terkait



0 komentar:

Falsafah Ilmu syarqowi.zofir@gmail.com | © 2010 Template by:
Teroris Cinta Dot Com