Bagi yang ingin berkonsultasi dengan penulis silahkan klik di sini

Guru Dalam Pendidikan

Senin, 05 Februari 2001

DISAMPAIKAN DALAM DIKLAT “PROFESIONALISME TINGKAT REGIONAL “Mempertegas Eksistensi Guru dalam Upaya Meningkatkan KualitasPendidikan”
Oleh Forum Peduli Masyarakat
DI GEDUNG GNI SUMENEP, MINGGU TGL: 31 AGUSTUS 2008


1.        LATAR BELAKANG PEMIKIRAN

1        Keterlibatan swasta maupun negeri dalam pendirian institusi pendidikan tidak disertai dengan kemampuan rekruitmen guru yang memenuhi kualifikasi pada skala yang paling minim sekalipun.
2        Ada asumsi bahwa siapapun bisa menjadi guru, yang penting bisa menguasai pelajaran dan bisa menyampaikannya kepada peserta didik. Asumsi ini seakan membenarkan bahwa tugas guru hanya mentransformasikan informasi dan pengetahuan dari buku ke otak peserta didik.
3        Guru belum dianggap sebagai profesi terhormat yang menjadi cita-cita yang diidamkan oleh banyak orang.  Profesi ini baru dianggap sebagai pelarian bukan sebagai pilihan idealisme.
4        Guru dengan gaji yang rendah dan penghargaan yang juga rendah tak mampu membiayai hidupnya apalagi mengongkosi peningkatan profesinya sebagai guru dan pendidik. 
5        Rutinitas pekerjaan keguruan mengakibatkan guru kehilangan kreativitas dan semangatnya untuk mengembangkan diri dan kemampuannya.  
6        Menanggulangi masalah tersebut pemerintah mengikutsertakan  para guru dalam uji kompetensi, lewat program sertifikasi agar mereka yang memiliki kualifikasi akademik (berijazah S-1 atau memiliki Akta IV ke atas) memperoleh sertifikat sebagai guru profesional.
7        Selain itu pemerintah melibatkan peran serta masyarakat lewat pengembangan kimite sekolah di tingkat sekolah dan kelompok sekolah, dan dewan pendidikan di tingkat kabupaten.

II. SERTIFIKASI GURU

A.    Dasar Sertifikasi Guru

1.      Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Bab XVI Pasal 61 ayat (3) sertifikat kompetensi diberikan oleh penyelenggara pendidikan dan lembaga pelatihan kepada peserta didik dan warga masyarakat sebagai pengakuan terhadap kompetensi untuk melakukan pekerjaan tertentu setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi.
2.      Sebagai penghargaan,  pemerintah akan memberikan tunjangan profesi setara gaji pokok (Pasal 16 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen). Dengan demikian, uji kompetensi ini memiliki peran yang sangat penting karena akan menjadi pintu masuk yang menentukan seseorang guru itu profesional atau tidak dengan segala implikasinya.
3.      Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
4.      Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
5.      Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
6.      Draff Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP)

B.     Tujuan, Manfaat dan Peran  Sertifikasi Guru

1.Tujuan sertifikasi  (Samani, 2006:10) adalah:
a.       Untuk menentukan tingkat kelayakan seseorang guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran di sekolah
b.      Memberikan sertifikat pendidik bagi guru yang telah memenuhi persyaratan  dan lulus uji sertifikasi.

2.            Manfaat (Fajar, 2006: 3-4) sertifikasi guru:

a.      Melindungi profesi guru dari praktik-praktik layanan pendidikan yang tidak kompeten sehingga dapat merusak citra profesi guru itu sendiri
b.      Melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan profesional yang akan dapat menghambat upaya peningkatan kualitas pendidikan
c.       Sebagai wahana penjaminan mutu bagi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang bertugas mempersiapkan calon guru
d.      Menjaga lembaga penyelenggaran pendidikan dari keinginan internal dan tekanan eksternal yang potensial dapat menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang berlaku
e.       Memperoleh tunjangan profesi bagi guru yang lulus ujian sertifikasi.

3.      Peranan sertifikasi guru/dosen (fajar: 2006:8-10) : 

a.      Memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan social
b.      Mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c.       Memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual
d.      Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi
e.       Memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas keprofesionalan
f.       Memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan
g.      Memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas;
h.      Memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi
i.        Memiliki kesempatan untuk berperan dalam menentukan kebijakan pendidikan;
j.        Memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi
k.      Memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.

C.Harapan Cerah Bagi Guru Pasca Sertifikasi
              
1.      Penghargaan dan Perlindungan Guru

Tentang Penghargaan dan Perlindungan Guru, draf RPP: menyebutkan bahwa guru:
a.       Memiliki hak yang sama untuk mendapatkan penghargaan,
b.      Berhak mendapatkan penghargaan adalah guru berprestasi, prestasi luar biasa, berdedikasi luar biasa, dan atau bertugas di daerah khusus.
c.       Yang gugur dalam melaksanakan tugas pendidikan dan pembelajaran di daerah khusus memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pengargaaan.
d.      Berhak atas perlindungan hukum yang meliputi: tindak kekerasan, ancaman, perlakukan diskriminatif, intimidasi, perlakuan tidak adil dari serdik-ortu serdik-masyarakat-birokrasi-atau pihak lain.
e.       Berhak atas perlindungan profesi yang meliputi: pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap profesi, dan pembatasan/pelarangan lain yang menghambat pelaksanaan tugas.

2.      Tentang  Cuti dan Tunjangan Fungsional

a.       Setiap guru berhak untuk memperoleh cuti; waktu 12 hari kerja (selama tidak mengganggu proses pembelajaran secara keseluruhan); cuti studi.
b.      Guru yang diangkat pemerintah dan pemda diberi sebesar 50% dari gaji pokok; dan guru yang diangkat masyarakat (satuan pendidikan)diberi sebesar 25%.
c.       Tunjangan khusus diberikan kepada guru yang bertugas di daerah khusus dan berhak atas rumah dinas yang disediakan pemda selama bertugas.
d.      Maslahat tambahan antara lain berupa: suransi pendidikan; bea siswa; penghargaan; kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra-putrinya; pelayanan kesehatan-asuransi kesehatan; dan bentuk kesejahteraan lainnya.

3.      Mengenai Pengangkatan, Pembinaan, dan Pengembangan Guru

Darft RPP tentang pengangkatan, pembinaan, dan pengembangan guru antara lain menyebutkan: pembinaan dan pengembangan profesi dan karier; pembinaan kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional; melalui pelatihan, pendidikan lanjutan, program magang, penugasan dalam jabatan, rotasi kerja, penelitian, kelompok belajar, belajar berprogram, belajar mandiri, dan metode lain yang sesuai.
Pengangkatan dilakukan oleh pemerintah atau pemda berdasarkan peraturan perundang-undangan, kebutuhan baik nasional maupun daerah; dilakukan secara demokratis, transparan dan akuntabel; guru yang diangkat pemerintah atau pemda dapat ditempatkan pada jabatan struktural berdasarkan prestasi kerja, kebutuhan, keahlian dan formasi.
Pemindahan antara lain guru yang diangkat pemerintah atau pemda dapat dilakukan atau provinsi/kabupaten/kota/kecamatan/satuan pendidikan; berdasarkan kebutuhan baik nasional maupun daerah; guru yang diangkat masyarakat (satuan pendidikan) berdasarkan kesepakatan kerja.

D. Tuntutan Terhadap Guru Pasca Sertifikasi

1. Kompetensi Pedagogik

Ada tuntutan terhadap guru pasca sertifikasi. Mereka dituntut memiliki kompetensi pedagogic yang meliputi: antara lain memahami peserta didik, merancang pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran dan mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya

2. Kompetensi Kepribadian

Mereka juga dituntut untuk memiliki kompetensi kepribadian: yang meliputi: (1) tindakan yang sesuai dengan norma hukum, norma sosial, bangga sebagai pendidik, (2) Penampilan yang mandiri dan dewasa dalam bertindak sejalan dengan etos kerja seorang pendidik. (3) Penampilan tindakan yang arif didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat (4) Terbuka  dalam berpikir dan bertindak; (5) Berwibawa, (6) Menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat 7) Berakhlak mulya

3.  Kompetensi Sosial

Kompetensi sosial :  meliputi (1) kemampuan berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik; sesama pendidik,  tenaga kependidikan; dan orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar..  (3) kepekaan social, (4) kepepedulian  terhadap usaha memajukan masyarakat di semua sector.

4. Kompetensi professional

Kompetensi professional,  meliputi: (1) pengusaan, pendalaman, pengembangan, pengkajian dan penelitian terhadap substansi keilmuan yang terkait dengan bidang keahliannya,  (2) kemampuan bersikap dan bertindak ilmiyah dalam menjalankan tugasnya, dan (3) kemampuan mengaplikasikan keahlian sehingga bisa dirasakan manfaat keahliannya oleh peserta didik, wali peserta didik dan masyarakat (punya efek social yang jelas).

II.  PROFESIONALISME GURU

A. Memahami Profesionalisme      

Menurut wacana seharian, profesionalisme mengandung sekurang-kurangnya tiga makna: (1). way of work : cara kerja yang sesuai norma dank ode etik keahlian, (2) expertice: keahlian di bidang tertentu, dan (3)  system of payment : cara pembayaran orang ahli yang dipekerjakan di bidang tertentu.            
Dalam arti yang demikian maka guru profesional adalah guru yang memiliki keahlian di bidang keguruannya, bertindak sesuai norma dan kode etik keahliannya, dan dibayar sesuai aturan. Menurut Muhamad Nurdin (2004:20) persyaratan guru yang profesional adalah sehat jasmani dan rohani, bertakwa, berilmu pengetahuan, berlaku adil, berwibawa, ikhlas, mempunyai tujuan, mampu merencanakan dan melaksanakan evaluasi pendidikan serta menguasai bidang yang ditekuninya. Banyak syarat lain dikemukakan oleh ahli pendidikan, misalnya bertanggung jawab terhadap keberhasilan kerjanya, tidak peduli terhadap popularitas, mengacu pada kualitas produk dan pelayanan, dan berlangganan jurnal ilmiyah berlevel internasional sesuai bidangnya. Persyaratan terakhir ini untuk mengantisipasi ketertinggalan keahliannya dalam menangani persoalan.
            Syarat-syarat itu dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu

1.      Keahlian akademik: dinyatakan dengan gelar akademik, keterampilan aplikasi keahlian, pengalaman yang memadai dan pengembangan keahlian yang berkesinambungan.
2.      Tindakan ilmiyah: dinyatakan dengan tindakan yang mengikuti prosedur ilmiyah dan norma serta kode etik keahlian  yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiyah pula, bukan menurut prosedur birokrasi dan tradisi.  
3.      Kepribadian: dinyatakan dengan akhlaq mulya baik dalam berkomunikasi dengan orang lain (terutama masyarakat klien pengguna jasanya) , dengan Tuhan (Allah) , dengan dirinya senidri ataupun dengan alam semesta.  

B. Mengembangkan Profesionalisme

Menurut Tatty S.B. Amran (1994:139) untuk mengembangkan profesional diperlukan KASAH adalah akronim dari Knowledge (pengetahuan), Ability (kemampuan), Skill (keterampilan), Attitude (sikap diri), dan Habit (kebiasaan diri). Menurut Muhammad Hatta  (1954:5
            Pengetahuan dan kemampuan (knowledge and ability) yang dimaksud bukanlah pengetahuan dan kemampuan biasa (pengetahuan dan kemampuan tentang hal-hal biasa, kejadian sehari-hari),  tetapi pengetahuan dan kemampuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang mempunyai sistem dan metode tertentu, dan pengetahuan yang dapat mempertajam kepekaan intuisi, baik berupa pengetahuan dan pengalaman yang dilahirkan dari praktek-praktek filosofis  relijius. Profesionalisme apapun lebih-lebih guru amat bergantung kepada apakah keahliannya masih mampu memberi guna atau tidak. Untuk itu ia harus:
  1. Mengkritisi keahlian dan kemampuannya agar mengetahui kesalahan dan kealpaan yang dikandung di dalamnya, dan bisa memisahkan keahlian mana yang masih bisa dipertahankan (tetap digunakan) dan mana pula yang harus ditinggal (tidak digunakan)
  2. Meneliti dan mengekplorasi untuk menemukan hal-hal baru yang bisa mengganti atau  menambahkan pada keahlian dan praktek-praktek  lama sehingga diperoleh kualitas hasil kerja yang lebih baik.
  3. Mengembangkan keahlian dan kemampuan yang ada agar menjadi lebih luas wawawasan wacananya dan  bertambah pula pengalaman keahlian penggunaan nya.
  4. Mempertajam kemampuan dan kepekaan intuisinya lewat pembiasan berenung, berpikir, berdzikir, dan  beribadah. Jangan sekedar mengandalkan pada bakat. Setiap hari akan terjadi kejadian dan perubahan baru. Menurut Jeannette Vos (2003:87), jika seoran guru ingin bertambah luas pengetahuannya, maka ia harus menggunakan dunia ini sebagai ruang kelasnya.

Keterampilan (skill) merupakan salah satu unsur kemampuan yang dapat yang diketahui dari penerapannya. Seorang guru yang tugasnya mengajar dan peranannya di dalam kelas, keterampilan yang harus dimiliki adalah keterampilan yang diperlukan dalam kapasitasnya sebagai pengajar, pemimpin kelas, pembimbing, pengatur lingkungan, partisipan, ekspeditur, perencana, supervisor, motivator, penanya, evaluator dan konselor (Nurdin, 2004:144-146). Dari kaca mata manajemen keterampilan itu dapat dikelompok ke dalam empat kategori  (tiga diantaranya dikemukakan oleh Bafadal 1992:37):

  1. Keterampilan merencanakan pengajaran dan pendidikan,
  2. Keterampilan mengimplementasikan pengajaran,
  3. Keterampilan menilai pengajaran.
  4. Keterampilan menindaklanjuti hasil evaluasi.

Sikap diri (attitude) dan  kebiasaan diri (habit) adalah cermin dari kepribadian.  Menurut Zuhairini (1991:186) yang pertama merupakan  kepribadian dari  hasil sebuah proses sepanjang hidup, bukan terjadi secara tiba-tiba, terbentuk melalui perjuangan hidup yang sangat panjang dan dipengaruhi oleh banyak factor. Sedangkan yang kedua adalah kebiasaan yang terus menerus dilakukan yang tumbuh dari dalam pikiran. Ikhlas, rendah hati, melayani, dan mengacu pada kualitas hasil tindakan adalah bagian pokok sikap diri yang harus dimiliki oleh seorang guru.  Sedangkan yang tergolong habit  adalah menyapa dengan ramah, memberi pujian kepada anak didik dengan tulus, menyampaikan rasa simpati, menyampaikan rasa penghargaan kepada kerabat, teman sejawat atau anak didik yang berprestasi dan lain-lain.  Menurut AA Gym (2003:156), kebiasaan positif  yang harus terus dilakukan di antaranya: beribadah dengan benar dan istiqamah, berakhlak baik, belajar dan berlatih tiada henti, bekerja keras dengan cerdas, bersahaja dalam hidup, membantu sesama dan membersihkan hati selalu. Karena itu  menyadari jabatan guru sebagai public figure di tengah peserta didik dan masyarakat yang sekaligus menjadi kliennya adalah penting dan merangsang guru untuk selalu mengembangkan profesionalisme keguruannya.

Guru sebagai social worker (pekerja sosial) sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Namun, kebutuhan masyarakat akan guru belum seimbang dengan sikap sosial masyarakat terhadap profesi guru. Berbeda bila dibandingkan dengan penghargaan mereka terhadap profesi lain, seperti dokter, pengacara, insinyur, dan sebagainya. Rendahnya pengakuan masyarakat terhadap guru, menurut Tabrani Rusyan (Nurdin, 2004:192), disebabkan beberapa faktor yaitu:

  • Adanya pandangan sebagian masyarakat bahwa siapa pun dapat menjadi guru dapat menjadi guru, asalkan ia berpengetahuan, walaupun tidak mengerti didaktik metodik.
  • Kekurangan tenaga guru di daerah terpencil memberikan peluang untuk mengangkat seseorang yang tidak mempunyai kewenangan profesional untuk menjadi guru.
  • Banyak tenaga guru sendiri yang belum menghargai profesinya sendiri, apalagi berusaha mengembangkan profesi tersebut. Perasaan rendah diri karena menjadi guru, melakukan penyalah-gunaan profesi untuk kepuasan dan kepentingan pribadi, semua itu menambah pudar wibawa guru di mata masyarakat.

Guru adalah profesi yang menuntut suatu keahlian khusus. Keahlian khusus ini menuntut tunjangan sekian komponen seperti aneka ragam kompetenti tesebut diatas. Dan sekarang telah  didukung oleh pendidikan keguruan atau pendidikan profesi dan harus lulus uji kompetensi, yang sekarang dikenal demgam istilah sertifikasi, baik uji tulis, maupun uji performan dan portofolio. Yang demikian karena dalam tugas profesinya,  guru memegang peran  sebagai perencana, pengelola, dan evaluator. Dari peran itu lahir peran-peran lain yang lebih teknis dan pragmatis seperti manager of learning, agent of chang, fasilitator, dan banyak lagi.

Wina Sanjaya (2005:142-143(  meyakinkan dengan tegas bahwa profesi guru memenuhi persyaratan untuk disebut professional setelah mengadakan uji syarat dan ciri profesionalistas, sbb:  Apakah: profesi guru (1). ditunjang oleh suatu ilmu tertentu secara mendalam yang didapatkan dari lembaga pendidikan yang sesuai ? (2) menuntut  suatu keahlian dalam bidang tertentu yang spesifik sesuai dengan jenis profesinya, sehingga bisa dipisah secara tegas dengan profesi lain ? (3) memiliki tingkatan kemampuan dan keahlian suatu profesi yang didasarkan pada tingkat pendidikan yang diakui oleh masyarakat ? dan (4) memiliki efek sosialyang dirasakan pengaruhnya oleh masyarakat ?

III. PERAN DEWAN PENDIDIKAN

Dewan pendidikan adalah lembaga sosial khusus bidang pendidikan yang diharapkan lahir dari prakarsa masyarakat., kalaupun pada awal pendiriannya dirangsang dan dimotivasi oleh Pemerintah Pusat. Untuk tingkat kecamatan dan desa atau sekolah dan sekelompok sekolah, lembaga itu disebut komite sekolah sedangkan untuk tingkat kabupaten disebut dewan pendidikan. Nama itupun bukan “trade mark” paten. Bisa diubah sesuai kemauan masyarakat yang memrakarsainya.
Tujuan pokoknya yang paling substansial adalah pelibatan partisipasi masyarakat sebesar mungkin ke institusi pendidikan yang ada disekitarnya. Partisipasi itu penting, bukan saja karena keterbatasan dana pemerintah untuk mengongkosi lembaga pendidikan yang berkualitas, tetapi juga karena disadari pentingnya partisipasi tersebut bagi kesuksesan sekolah memperoleh dan mencapai  tujuan pendidikan yang diinginkan oleh masyarakat yang menjadi kliennya.
Untuk itu  dewan pendidikan dapat mengambil peran partisipasi yang lebih luas untuk banyak keperluan yang dibutuhkan oleh sekolah. Dari soal dana, guru, manajemen, sarana, karyawan hingga soal penciptaan lingkungan pendidikan. Sudah tentu termasuk didasalam soal pengembangan profesionalisme guru.  Sekurang-kurangnya dewan diharapkan melakukan empat peran:
  1. Advisory: memberi usul, saran, nasehat, pemikiran, idea dan lainnya yang sangat diperlukan oleh sekolah , pemerintah (diknas) dan masyarakat.
  2. Supporting: memberi dukungan baik berupa simpati, doa, dana  maupun sarana untuk kepenluan pendidikan di sekolah dan masyarakat. 
  3. Mediating: menjadi jembatan perantara yang menutup semua sekat dan pemisah yang ada  antara masyarakat dengan sekolah, antara sekolah dengan pemerintah atau masayarakat dengan pemerintah.
  4. Controlling: melakukan pengendalian dan pengawasan terhadap kinerja  sekolah, kepala sekolah, guru, karyawan, peserta didik, dan para pengelola pendidikan di diknas.
  
DAFTAR PUSTAKA

Amran, Tatty S.BB. 1994. Kiat Wanita Meniti Karier. Jakarta: Pustaka Binaman Presindo.
Fajar, Arnie. 2006. Peranan Sertifikasi Guru dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru. Dalam Makalah Seminar Nasional Sosialisasi Sertifikasi Guru dalam memaknai UU No. 14 Tahun 2005. Bandung: Disdik Jawa Barat.
Jalal, Fasli. 20006. Gaji Guru Naik Mulai Januari 2007: Take Home Pay Minimal Rp. 3 Juta. Dalam Pikiran Rakyat 6 Oktober 2006 hal. 12.
Nurdin, Muhamad. 2004. Kiat menjadi Guru Profesional. Jogjakarta: Prisma Sophie.
Samani, Muclas dkk. 2006. Mengenai Sertifikasi Guru di Indonesia. Surabaya: SIC.
Sanjaya, Wina. 22005. Pembelajaran dalam Impelementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Prenada Media.
Sardiman, A.M. 22001. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Surayin. 2004. Tanya Jawab Undang-Undang Republik Inodneia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas. Bandung: Yrama Widya.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen. 2006. Jakarta: Eka Jaya.
Zuhaiirini, dkk. 1992. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
setstats1

Artikel Terkait



0 komentar:

Falsafah Ilmu syarqowi.zofir@gmail.com | © 2010 Template by:
Teroris Cinta Dot Com